Jakarta, b-Oneindonesia – Hasil survei Indonesia Survey Center (ISC) yang dilakukan tanggal 9 hingga 19 Agustus 2022 menunjukkan bahwa Prabowo Subianto memperoleh elektabilitas 30,4 persen. Angka tersebut membuat Ketum Gerindra itu unggul dari tiga nama potensial Capres 2024 lainnya.
Sementara urutan kedua elektabilitas tertinggi ditempati oleh Ganjar Pranowo sebesar 19,1 persen dan posisi ketiga Anies Baswedan sebesar 13 persen.
“Prabowo secara perlahan tembus 30 persen, dukungan ini menunjukkan kecenderungan kepercayaan publik semakin membesar kepada Prabowo untuk menjadi pengganti pasca-Presiden Jokowi lengser,” kata peneliti senior Indonesia Survey Center, Chairul Ansari dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/8/2022).
Ia menyebut elektabilitas Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan masih stagnan di bawah angka 20 persen karena ketiadaan kepastian dukungan dari partai politik, seiring pula naiknya kepercayaan diri parpol untuk mengusung kadernya sendiri.
Sedangkan alasan terbesar publik memilih Prabowo, kata Chairul, karena Prabowo dianggap memiliki kemampuan atau kapabilitas memecahkan masalah-masalah yang sedang dihadapi Indonesia, di antaranya masalah keamanan nasional, ancaman krisis pangan, hingga program-program kerjanya di Kementerian Pertahanan.
Alasan lainnya, yaitu latar belakang militer yang tegas dan nasionalis, tidak pencitraan, loyal terhadap presiden selama menjabat sebagai menterinya, ketua umum parpol, dan lain sebagainya.
Chairul memaparkan alasan terbesar publik yang memilih Ganjar Pranowo karena Ganjar merupakan gubernur yang tempatnya tinggal memang menjadi basis utama dukungan elektabilitasnya.
Kemudian, karena program kerjanya selama dua periode memerintah Jawa Tengah, kesamaan suku dan agama, kemampuannya dalam menyelesaikan masalah, pandangan akan sosoknya yang merakyat, kerap melihatnya di media sosial, dan lain sebagainya.
“Sepertinya kecenderungan dukungan terhadap Ganjar masih localize saja. Alasan berikutnya karena faktor parpol pengusungnya. Alasan berikut dapat kita baca bahwa jika parpol yang dipilihnya mengusung Ganjar maka pemilih parpol akan memilihnya,” paparnya.
Sedangkan kecenderungan terbesar publik memilih Anies, papar Chairul, adalah karena program kerja dan kapabilitasnya dalam memecahkan masalah selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, kesamaan agama, rekam jejaknya yang bagus, menguntungkan bagi saya, dan lain sebagainya.
Dalam survei tersebut juga disebutkan bahwa dari 15 nama populer yang ditanyakan, mayoritas publik mengetahui bahwa Prabowo, Ganjar dan Anies dicalonkan atau mencalonkan menjadi capres untuk periode berikutnya.
“Pada tingkat kesukaan (likeability) posisi tiga besar ditempati Prabowo, Anies dan Sandiaga. Ganjar berada di posisi keempat setelah Ridwan Kamil,” tulisnya.
Survei ISC ini dilakukan dengan populasi survei mereka yang berusia 17 tahun dan/atau yang sudah pernah menikah ketika survei dilakukan, dengan margin of error sekitar kurang lebih 2,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pencuplikan sampel multistage random sampling varian area random sampling, dengan jumlah responden sebanyak 1.520 orang. Pengumpulan data tersebut dilakukan melalui wawancara langsung dengan bantuan kuesioner.
Modal Prabowo Nyapres, Survei Selalu 3 Besar
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantoro menilai salah satu modal Ketua Umum Prabowo Subianto untuk maju lagi di Pilpres adalah elektabilitas. Ia menyoroti nama Prabowo selalu ada dalam 3 besar dalam survei terkait capres potensial di 2024.
“Buat Pak Prabowo sekarang hasil survei relatif ada terus di 3 besar. Ini modal buat Gerindra dengan sudah resmi calonkan Pak Prabowo capres dan koalisi PKB,” kata Ferry dalam diskusi rilis survei Poltracking Indonesia terkait Peta Pilpres 2024 di Jakarta, Rabu (31/9).
Lebih lanjut, Ferry menilai ada kecenderungan masyarakat untuk memilih calon presiden masa depan yang bertolak belakang dari presiden yang tengah menjabat. Dalam hal ini, ia menilai Prabowo juga punya keuntungan karena pernah menjadi oposisi Presiden Jokowi.
Di satu sisi, Prabowo telah bergabung dengan koalisi pemerintahan tak lama sejak Jokowi menjabat. Sebab itu, menurutnya Prabowo punya modal dukungan sebagai oposisi mau pun pendukung pemerintahan.
“Keuntungannya Gerindra 2019 oposisi. [Meski saat itu] berat ada kecenderungan penyelenggara, aparat, birokrasi dukung ke pemerintah. Dengan masuknya ke pemerintahan sekarang diharapkan [lebih banyak yang] dukung Gerindra. Keadaan oposisi dengan tantangan, Gerindra di 2019 partai nomor dua sudah luar biasa,” ujarnya.
“Sekarang dengan modal tidak dapat hambatan lain, dapat dukungan lebih banyak, diharapkan Gerindra bisa naik. Pengalaman Indonesia Pak SBY, Pak Jokowi, ada kebiasaan masyarakat milih figur yang beda dengan yang sekarang berkuasa. Ada keinginan perubahan,” ujarnya.