Jakarta, b-oneindonesia- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Syarifuddin Hasan mengatakan pihaknya akan membuka ruang dan akses yang lebih besar bagi masyarakat dan stakeholder, yang ingin memberikan masukan pemikiran dan pandangan menyangkut amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) termasuk soal Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Syarifuddin mengatakan pihaknya membuka seluas-luasnya kepada publik untuk memberikan kontribusi dan pandangan tentang penyempurnaan UUD.
“Kita tidak perlu tabu membicarakan amandemen UUD, kita buka ruang seluas-luasnya kepada publik untuk memberikan kontribusi dan pandangannya tentang penyempurnaan UUD termasuk di dalamnya menyangkut GBHN dan sistem negara. Ini menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia maka kita harus betul-betul komit melaksanakannya,” ujar Syarifuddin.
Syarifuddin mengatakan MPR periode 2014-2019 sudah merekomendasikan kepada anggota MPR 2019-2024, untuk melakukan pengkajian lebih mendalam, termasuk kajian soal amandemen atau perubahan UUD. Menurutnya, harus ada input dan masukan yang komprehensif dan akademisi, partai politik, tokoh bangsa, mahasiswa, ormas, dan lainnya.
“Rekomendasi MPR periode lalu itu menjadi pijakan bagi MPR, saat ini untuk bekerja ke depan. Kita sudah memutuskan untuk melakukan kajian dan membuka akses yang lebih berdasar kepada publik. Misalnya bagaimana kedudukan MPR soal GBHN, sistem ketatanegaraan apakah bicameral atau unikameral dan lainnya. Kalau kita bisa menata lagi sistem ketatanegaraan kita ke depan saya percaya Indonesia akan lebih baik lagi,” ujarnya.
“Kita wajib untuk memberikan dukungan pada wacana amandemen, memberikan pencerahan dan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka memberikan kontribusi positif terhadap rencana penyempurnaan UUD. Mudah-mudahan tugas MPR bisa dilakukan dengan baik,” tambah Syarifuddin.
Wakil Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan Bachtiar Najamudin mengatakan perubahan atau penyempurnaan UUD bukanlah sesuatu yang tabu. Amandemen UUD adalah sebuah keniscayaan, UUD sebagai living constitution selalu menyesuaikan dengan kondisi zaman.Ia percaya sepanjang isu amandemen akan menguatkan sistem ketatanegaraan semua pihak akan setuju.
“Amandemen konstitusi di Amerika Serikat tidak terhitung karena ingin selalu menyesuaikan dengan kondisi masyarakat. Kita tidak perlu tabu dengan amandemen UUD sepanjang penyempurnaan itu dilakukan dengan kajian yang mendalam, dan melibatkan semua stakeholder bukan hanya parpol tapi juga basis masyarakat,” tambah Sultan.
“Bagi DPD sendiri mendukung amandemen sepanjang kepentingan daerah masuk ke dalam amandemen, sebab DPD memperjuangkan kepentingan daerah. Tapi tidak perlu terburu-buru melakukan amandemen karena perlu kajian lebih mendalam, jika hanya untuk kepentingan jangka pendek justru bisa berbahaya,” ucapnya.
Anggota DPR Syaifullah Tamliha mengatakan MPR pada periode 2019-2024 mewarisi enam ‘pekerjaan rumah’, yaitu penataan kewenangan MPR, pewenangan DPD, penataan kekuasaan kehakiman, penataan sistem presidensial, penataan hukum dan peraturan undang-undang dan pelaksanaan masyarakat empat pilar MPR.
“Ini pekerjaan MPR periode ini, apakah perlu amandemen atau tidak, yang saya dengar paling tidak MPR memberikan ruang kepada publik untuk membahas enam PR tadi. Dalam dua tahun masyarakat dari berbagai kalangan terlibat untuk membahas dan pimpinan MPR, memberi ruang kepada publik seluas-luasnya untuk terlibat,” ujar Syaifullah.