Dikarenakan Covid-19, DPD RI Minta Negara Jamin Masa Depan Anak Yatim-Piatu

JAKARTA, B-ONEINDONESIA – Pandemi Covid-19 membuat ribuan anak menjadi yatim-piatu. Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah melakukan langkah konkret untuk membantu anak yatim-piatu yang terdampak Covid-19.

“Kita semua sangat prihatin banyaknya anak yang ditinggalkan orangtuanya karena Covid-19. Pemerintah dan semua pihak harus menindaklanjuti dengan aksi nyata. Pastikan mereka tidak terlantar dan hak-haknya terpenuhi,” ujar LaNyalla, Selasa (3/8/2021).

Menurut LaNyalla, pemerintah harus memberi jaminan perlindungan. Anak-anak yatim-piatu tersebut tetap mendapat pengasuhan, terjamin dari segi pendidikan, terpenuhi hak kesehatannya, aman atau tidak mengalami kekerasan dan lain-lain.

“Mereka perlu bantuan dan dukungan berkelanjutan, tidak hanya saat ini, tetapi hingga mereka nanti bisa mandiri. Oleh karena itu mekanisme bantuan sosial dan pemenuhan hak-hak mereka harus berjalan dengan baik,” ungkapnya.

Senator asal Jawa Timur ini mengingatkan amanat Undang-Undang No. 22/2003 dan UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak, negara wajib hadir untuk melindungi setiap anak Indonesia. Termasuk anak-anak yang terdampak Covid-19.

“Butuh sinergitas yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kemudian dari Satgas Covid-19 bersama stakeholder lain, yakni Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kemen PPPA serta dinas terkait di daerah,” tutur LaNyalla.

Langkah awalnya, menurut LaNyalla, Dinas Sosial di daerah mendata anak-anak yatim piatu akibat orang tuanya meninggal karena Covid-19 di wilayahnya. Setelah pendataan, kemudian asesmen, pendampingan dan bantuan.

“Sejauh ini Kemensos sepertinya belum mendapatkan data pasti jumlah anak-anak tersebut. Perlu segera turun ke lapangan mencari data, memverifikasinya dengan benar dan memetakan kebutuhan mereka,” ujar dia lagi.

Berdasarkan data tersebut inilah kondisi masing-masing anak akan diketahui. Dari situlah, tambah LaNyalla, prioritas penanganan bisa dilakukan.

“Anak yang trauma atau kejiwaannya terguncang perlu pendampingan psikologis. Beda lagi dengan anak kesulitan ekonomi, mereka hanya perlu dipastikan kebutuhan pokok tercukupi dan pendidikannya berlanjut,” ujar LaNyalla.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu sempat viral seorang anak laki-laki berusia 10 tahun bernama Vino yang kedua orangtuanya meninggal karena Covid-19 di Kecamatan Tering, Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur. Sebelumnya ada juga anak perempuan berusia 10 tahun bernama Aisyah Alissa di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten yang bernasib sama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *