Bandar Lampung, b-Oneindonesia – Anggota DPD RI dari daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Lampung yang duduk di Komite III DPD RI, dr. Jihan Nurlela mengaku kecewa setelah disahkan RUU Cipta Kerja. Pasalnya, klaster pendidikan dalam UU yang disahkan ini tetap ada. Padahal sebelumnya ada kesepakatan antara Panja RUU Cipta Kerja dan pemerintah klaster pendidikan dicabut dari RUU Cipta Kerja.
Namun, kenyataannya setelah disahkan, klaster pendidikan tetap ada dalam UU Omnibus Law tentang Cipta Kerja. “Tanggal 24 September ada kesepakatan RUU cipta kerja dan pemerintah bahwa klaster pendidikan dicabut dari RUU Cipta Kerja. Seperti tertipu, ternyata klaster tersebut tetap ada setelah disahkan,” kata dr. Jihan Nurlela di Bandar Lampung, Kamis 8 Oktober 2020.
Menurut dia, adanya klaster pendidikan dalam UU ini berbahaya karena bisa menjadikan komersialsiasi pendidikan lebih dalam.
“Ini berbahaya, walaupun secara normatif pasal tersebut seperti memberikan pilihan peluang sektor pendidikan dapat diperoleh melalui izin berusaha.
Hal ini seperti menempatkan pendidikan jadi lahan bisnis baru atau komersialisasi pendidikan yang dampaknya bisa saja pendidikan di sekolah menjadi lebih mahal,” jelasnya. UU Cipta kerja menurut senator cantik ini, menjadi jalan masuk kapitalisasi pendidikan. Hal itu jelas tampak dalam pasal 26 yang memasukkan entitas pendidikan sebagai sebuah kegiatan usaha, kemudian pasal 65 menjelaskan pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha.
“Kemudian ayat duanya mengatakan ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Artinya, pemerintah dapat saja suatu hari nanti, mengeluarkan kebijakan perizinan usaha pendidikan yang nyata-nyata bermuatan kapitalisasi pendidikan, sebab sudah ada payung hukumnya,” tandasnya.
Berikut petikan Paragraf 12 tentang Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 65 dalam UU Cipta Kerja:
(1) Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
(2) Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ditanya mengenai langkah lebih lanjut pasca disahkan UU ini, dr. Jihan mengatakan membuka peluang pengajuan judicial review di Mahkamah Konstitusi dengan menggandeng pegiat pendidikan.
“Karena UU ini telah disahkan, maka bisa saja nanti kita bersama pegiat pendidikan melakukan judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi), karena dari awal pasal ini sudah menjadi polemik,” ujarnya.
Diungkapkan dr. Jihan, di komite III DPD RI yang membidangi pendidikan juga sudah berulang kali dibahas mengenai klaster pendidikan ini. Penghapusan pasal klaster pendidikan dalam RUU CIpta Kerja, sebelumnya sudah sesuai dengan aspirasi daerah yang selama ini disuarakan DPD dalam rapat-rapat kerja penyusunan RUU Cipta Kerja di Baleg DPR.