Jakarta, b-Oneindonesia – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menerima aspirasi Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Papua Barat (FKUB) dan Dewan Adat Papua Barat yang menginginkan agar jabatan Gubernur Papua Barat yang akan habis pada Mei 2022 tidak dipindahkan kepada pejabat gubernur (karateker). FKUB dan Dewan Adat Papua Barat meminta pemerintah pusat memperpanjang masa jabatan Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan hingga Pilkada serentak November 2024.
“Pemerintah perlu mengkaji dan memberi perhatian serius terhadap aspirasi masyarakat Papua Barat yang meminta perpanjangan masa jabatan Gubernur Papua Barat. Perlu diambil langkah kongkrit tanpa menyalahi peraturan perundangan yang berlaku,” ujar Bamsoet saat menerima FKUB dan Dewan Adat Papua Barat di Jakarta, Rabu (9/3/22).
Hadir pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Papua Barat antara lain Ketua FKUB Papua Barat Pendeta Simbiak, Ketua MUI Papua Barat Ahmad Nasrau, Ketua NU Papua Barat Mucksin Rahakbau, Sekretaris KKSS Papua Barat Ahmad Kuddus, Sekretaris Ikaswara Jarot Rahadi serta Ketua Dewan Adat Papua Wilayah 3 Doberay, Pual Vincent Mayor.
Turut hadir pula Anggota DPR RI Dapil Papua Barat Robert J Kardinal, Anggota DPD RI Dapil Papua Barat Filep Wamafma, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan, dan Kepala Dinas Sosial Papua Barat Lasarus Indouw.
Bamsoet menjelaskan, FKUB dan Ketua Dewan Adat Papua Barat telah menemui Kepala Staf Presiden Moeldoko, Mendagri Tito Karnavian dan Menkopolhukam Mahfud MD. Mereka menyampaikan kegelisahan terkait kekosongan pejabat Gubernur definitif Papua Barat selama lebih dari dua tahun, sejak usai masa jabatan Gubernur Dominggus Mandacan Mei 2022 hingga Pilkada serentak 27 November 2024.
“FKUB dan Dewan Adat Papua Barat meminta perpanjangan masa jabatan gubernur karena Papua Barat masih memiliki sejumlah masalah krusial yang perlu ditangani oleh gubernur definitif, bukan karateker. Seorang pejabat gubernur atau karateker dinilai hanya melaksanakan tugas rutinitas dan tidak dapat memutuskan kebijakan atau langkah strategis. Masa jabatan karateker gubernur lebih dari 2 tahun dianggap terlalu lama, sehingga dikhawatirkan akan menganggu pelaksanaan Otsus Papua Barat,” kata Bamsoet.
Lanjut Bamsoet menuturkan, dari tahun 2022 hingga pelaksanaan Pilkada serentak 2024, Papua dan Papua Barat memiliki sejumlah agenda strategis yang akan dilaksanakan. Mulai dari keberlanjutan otonomi khusus (Otsus) sesuai Undang-undang Nomor 2 tahun 2021 Tentang Otonomi Khusus Papua, pembentukan badan Otsus, pemekaran daerah otonomi baru (DOB) Papua Barat, hingga terkait dengan penanganan keamanan dan ketertiban masyarakat di Papua Barat.
“Permintaan perpajangan masa jabatan gubernur Papua Barat diajukan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua, Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2021 tentang Penerimaan, Pengelolaan, Pengawasan, dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Papua. Kita mendorong pemerintah bisa segera memberikan solusi terbaik atas permintaan tersebut,” ujar Bamsoet.
Dukungan Perpanjang Jabatan Dominggus Madacan Mengalir dari Elemen Masyarakat
Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi Papua Barat yang terdiri dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Papua Barat, Dewan Adat Papua Barat, MUI Papua Barat, IKA Suara, NU, KKSS, Intelektual Arfak, Paguyuban Nusantara dan beberapa elemen lain termasuk senator nasional dari Papua Barat meminta pemerintah untuk memperpanjang masa jabatan Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan yang akan habis pada 12 Mei 2022. Mereka juga menyatakan siap mendukung penuh jika Presiden Jokowi akan diperpanjang masa jabatannya.
“Rakyat Papua Barat menginginkan Gubernur Papua Barat diperpanjang masa jabatannya. Kita bawa ke rapat paripurna dan disepakati bahwa DPD RI turut serta mengadvokasi aspirasi masyarakat Papua Barat yang menghendaki Gubernurnya diperpanjang,” kata Anggota DPD RI dari Papua Barat Filep Wamafwa kepada wartawan di Jakarta, Selasa (8/3/2022).
Di tempat yang sama, Ketua FKUB Papua Barat Pdt. Sadrak Simbiak mengungkapkan, pihaknya telah menjalin komunikasi dengan berbagai pihak terkait hal ini.
“Mewakili aspirasi masyarakat, kami sudah bertemu dengan Mendagri, dengan KSP, dengan Menkopolhukam, berharap suara kami ini sampai kepada Bapak Presiden dan berharap bertemu langsung dengan Pak Presiden. DPD sejauh ini telah mengadvokasi kami dan Puji Tuhan hari ini kami sudah bertemu Ketua MPR RI,” kata pendeta Sadrak.
Menurutnya, Papua Barat punya kekhususan secara kultural yang tidak bisa dipimpin oleh Gubernur hasil penunjukkan (Pj atau penjabat, red). Gubernur Papua Barat haruslah merupakan pilihan rakyat Papua Barat sendiri.
Senada, Ketua Dewan Adat Papua Barat Paul Vincent Mayor menyatakan, jika Gubernur Papua Barat dijabat oleh sosok yang tidak dikehendaki masyarakat Papua Barat maka stabilitas sospolkam di tengah masyarakat Papua Barat bisa terganggu.
“Figur pemimpin itu hanya ada di Dominggus Mandacan yang juga Kepala Suku Masyarakat Arfak. Oleh karena itu, untuk menjaga Kamtibmas dan NKRI di tanah Papua dan berdasarkan kearifan lokal kami, kami minta negara memberi kewenangan agar masa jabatan beliau diperpanjang,” kata Paul.
Secara teknis perundangan, kata Paul, Perppu bisa menjadi payung hukum untuk perpanjangan masa jabatan Gubernur Papua Barat. “Kita bisa dorong lewat Perppu dengan tolak ukur dari UU Otonomi Khusus,” kata Paul.
Potensi Perpanjangan Masa Jabatan Eksekutif
Aliansi memahami bahwa memang ada kekhawatiran ketika masa jabatan Gubernur Papua Barat diperpanjang maka bisa men-trigger darah lain untuk menuntut perpanjangan serupa. Diketahui, ada sekitar 272 kepala daerah yang habis masa jabatannya di tahun 2022 dan 2023. Tetapi kekhususan Papua semestinya menjadi pertimbangan.
Menurut Filep, konstitusi menjamin daerah yang bersifat khusus untuk memiliki kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. “Dalam konteks ini, dari aspek politik kita memandang ada pelanggaran besar-pengesampingan UU Otsus,” ujarnya.
“Kebijakan dalam rangka melaksanakan UU, ok. Tetapi kebijakan juga dalam mematuhi UU Otsus harus diperhatikan. Aceh dengan Otsusnya, Papua dengan Otsusnya, DIY juga. DIY misalnya, itu seumur hidup,” kata Filep.
Jadi, berdasar pada UU Otsus, menurut aliansi, Presiden bisa terbitkan Perppu perpanjang masa jabatan Gubernur Papua Barat.
Lalu bagaimana jika perpanjangan masa jabatan ini meluas ke level kepala negara? Aliansi memastikan rakyat di Papua Barat akan mendukung penuh jika masa jabatan Presiden Jokowi diperpanjang.
“Kita rakyat Papua Barat mengikuti apa yang jadi rencana pemerintah. Kalau pemerintah dan elit-elit politik nasional menyepakati bahwa masa jabatan presiden diperpanjang, maka rakyat Papua Barat akan mendukung,” kata Filep disambut anggukan sejumlah perwakilan aliansi.
Apalagi, sambung Filep, Jokowi dengan program kedekatan membangun Papua selama kepemimpinan dua periodenya telah berhasil memincut hati rakyat di Papua Barat.
“Rakyat Papua Barat tidak akan keberatan, sangat tidak keberatan jika Jokowi diperpanjang jabatannya. Kami yakin dan percaya, ketika Jokowi diperpanjang maka pembangunan di Papua akan terus berlanjut. Belum tentu presiden yang akan datang akan memiliki konsep pembangunan seperti Jokowi,” kata Filep.
Jadi, kata Filep, kalau masa jabatan Gubernur Papua Barat diperpanjang, “Kami sebagai representasi politik daerah juga mendukung masa jabatan Pak Jokowi diperpanjang,”.
“Tidak ada masalah. Rakyat Papua akan dukung full. Semua tokoh-tokoh lintas suku akan dukung full,” kata Filep.
Diketahui, perpanjangan masa jabatan presiden memang tengah menjadi diskursus politik. Wacana ini bergulir paralel dengan wacana penundaan Pemilu 2024. Bagi Filep, Pemilu ditunda atau tidak hanyalah proses politik yang menjadi ranah Senayan.