Penyerahan Buku Trilogi Tonggak Tonggak Orde Baru dari Bambang Wiwoho (wartawan senior) kepada Ketua DPD RI dalam acara dialog Forum Konstitusi di Hotel Sultan, Minggu (10/4/2022).
Jakarta, b-Oneindonesia – Di tengah kondisi Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja, dibutuhkan sosok pemberani yang konsisten menyuarakan perubahan dan solusi bagi permasalahan bangsa. Sosok tersebut ada pada diri Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
Penilaian itu muncul dalam dialog Forum Konstitusi yang dihadiri LaNyalla di Hotel Sultan, Minggu (10/4/2022).
Pernyataan itu salah satunya datang dari Prof Siti Zuhro. Peneliti Senor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu menegaskan, Indonesia memerlukan figur yang berani untuk menyatakan kebenaran.
“Indonesia sedang tidak baik baik saja. Tentu kita harus merespon dengan melangkah bersama untuk menyelesaikan masalah ini. Sekarang ini dibutuhkan orang yang berani menyuarakan yang benar. Saya melihat Pak LaNyalla ini orangnya pemberani,” tegas Prof Siti Zuhro.
Siti Zuhro mengaku kagum dengan sosok LaNyalla. Menurutnya, di saat semua pihak banyak yang diam membisu, Senator asal Jawa Timur berani angkat suara melantangkan kebenaran.
“Dalam situasi seperti saat ini Beliau (LaNyalla) berani tampil menyuarakan kebenaran. Mari kita munculkan LaNyalla-LaNyalla yang lain supaya banyak yang bersuara,” ajak Prof Siti Zuhro.
Dikatakannya, salah satu hal mendasar dalam bangsa ini adalah arah perjalanan negara ini yang belum tepat. “Kiblat NKRI keliru dan harus diluruskan. Semua elemen bangsa harus bersinergi tidak boleh mengedepankan ego sektoral,” ulasnya.
Ia menegaskan, harus ada yang berani dan memiliki tanggung jawab moral untuk membawa Indonesia ke negara yang berkemajuan.
Sementara aktivis buruh, Jumhur Hidayat, sependapat dengan Prof. Siti Zuhro. Menurutnya, dibutuhkan orang-orang yang berani yang lantang menyuarakan aspirasi rakyat.
“Dia harus pro rakyat, anti oligarki dan mengedepankan nafas kerakyatan. Di gedung MPR, DPR dan DPD, cuma Pak LaNyalla yang memainkan peran itu,” ucap Jumhur. Ia pun berharap Senator harus diberikan kewenangan membentuk undang-undang.
Di tempat yang sama, mantan anggota DPR RI, Sayuti Asyathri menduga akan terjadi perubahan yang besar dalam waktu dekat ini.
“Saya menilai kesimpulan dari pembicaraan sebelumnya seperti akan terjadi satu perubahan besar dalam waktu dekat ini. Bukan tidak mungkin hal itu terjadi. Perubahan adalah keniscayaan. Pakistan, Sri Lanka adalah negara yang mengalami perubahan,” ucapnya.
Menurutnya, selama ini Indonesia selalu dihadapkan pada permasalahan apakah semangat untuk mengedepankan perubahan sistem terlebih dahulu atau lainnya.
“Saya menilai percuma kalau kita masih menggunakan Konstitusi hasil Amandemen 2002, persoalan bangsa tidak akan selesai. Saya setuju diperlukan tokoh yang kuat, yang hebat, yang punya integritas. Dan hal itu ada pada sosok Pak LaNyalla”, ujarnya.
Politisi Ahmad Yani menegaskan jika saat ini bangsa ini kehilangan figur pemimpin. “Bagaimana kita membuat model kepemimpinan untuk saat ini, itu yang terpenting. Karena, kondisi saat ini persoalannya cukup komplek, tidak bisa dengan linier saja,” beber Ahmad Yani.
Yani menaruh harapan besar kepada LaNyalla. Ia optimistis LaNyalla jawaban dari krisis kepemimpinan saat ini.
“Bagaimana Pak LaNyalla bisa merespon hari ini, besok dan lusa. Kalau bisa merespon dengan baik, pasti akan berhasil,” ucapnya yakin.
Pegiat konstitusi lainnya, Edwin, menilai saat ini Indonesia dihadapkan pada lemahnya posisi konstitusi. Hal itu terlihat dari betapa mudahnya pemimpin negeri ini memproduksi Undang-Undang yang justru menjauhkan dari kepentingan rakyat secara luas.
“Reformasi gagal total karena hasilnya saat ini tidak ada. Reformasi juga tidak sesuai filosofi bangsa kita yang akhirnya mengarahkan bangsa ini menjadi sangat liberalistik dan kapitalistik sekaligus oportunistik. Problem ini bermuara dari konstitusi,” papar Edwin.
Ia menilai DPD RI di bawah kepemimpinan LaNyalla harus menjadi leader yang berkaitan dengan mengawal konstitusi. “Karena dari 7 lembaga tinggi negara, hanya DPD RI yang jelas posisinya bagi rakyat,” katanya.
Sementara Ketua Gerakan Bela Negara (GBN), Hidayat Poernomo, menegaskan jika saat ini sepertinya rakyat tak pernah memiliki negara ini.
“Faktanya demikian. Apakah kita concern dengan negeri ini. Kalau tidak, negara lain akan masuk ke negeri ini. Apa yang akan kita wariskan kepada anak cucu kita?” tanyanya.
Ia mengajak semua elemen bersatu padu memperbaiki bangsa ini. “Rekatkan persatuan dan kesatuan. Saatnya kita lakukan bela negara,” ajak dia.
Dosen Universitas Indonesia, Dr Mulyadi menilai persoalan bangsa tidak pernah beranjak karena elit politik saling bertarung.
“Problemnya ada di elit kita yang merusak. Penyakitnya Indonesia ini karena ada sekelompok orang yang tidak punya kapasitas, integritas dan kapabilitas politik, tetapi berambisi kekuasaan untuk dirinya dan kelompoknya, yakni oligarki politik. Basisnya di partai politik. Landasannya memburu jabatan,” tegas Mulyadi.
Dari sisi ekonomi juga ada problematika oligarki ekonomi yang memiliki nafsu besar untuk menguasai Sumber Daya Alam (SDA) dengan rakus.
“Mereka bekerjasama dengan oligarki politik yang membesarkan orang yang tak punya moral, tapi punya pengaruh didukung oleh orang-orang dan sekelompok masyarakat bertindak sebagai operasional atau timses. Inilah yang namanya oligarki sosial. Jadi mereka adalah gabungan dari pengusaha, penguasa dan bandit politik,” ujarnya.
Di Depan Forum Konstitusi, LaNyalla: Negara Harus Sejahterakan Rakyat, Bukan Perkaya Oligarki
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan Konstitusi harus dengan tegas dan jelas berpihak kepada pemilik kedaulatan negara ini, yaitu rakyat. Karena tujuan negara ini adalah welfare state yakni negara yang menyejahterakan rakyat.
Hal itu disampaikan LaNyalla saat menghadiri undangan dialog yang digagas para tokoh pejuang konstitusi dan penjaga Pancasila, di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (10/4/2022) malam.
“Negara ini lahir untuk menyejahterakan rakyat. Tapi faktanya arah perjalanan bangsa ini kita serahkan kepada Partai Politik, dan Ekonomi Indonesia berpihak kepada segelintir orang yang berkongsi dengan kekuasaan,” kata LaNyalla.
Menurutnya, hal itu terjadi karena Amandemen Konstitusi 1999-2002 yang membuat bangsa ini meninggalkan Pancasila sebagai falsafah dan wadah yang utuh untuk bangsa.
“Tanpa bermaksud menyalahkan siapapun, tetapi saya sudah sering sampaikan bahwa Amandemen Konstitusi 1999-2002 adalah Kecelakaan Konstitusi yang kemudian menjauhkan kita dengan watak dasar dan DNA Asli bangsa ini, yaitu Pancasila,” tambahnya.
Oleh karena itu LaNyalla berterima kasih, masih ada para tokoh yang mendedikasikan diri untuk memperjuangkan eksistensi Pancasila.
“Kita tidak bisa membiarkan terus menerus Negara ini dikuasai oleh segelintir orang yang rakus untuk menumpuk kekayaan. Sementara ratusan juta rakyat tetap saja miskin dan menderita. Kita tidak bisa membiarkan Kekayaan Sumber Daya Alam dikuras oleh Oligarki yang membiayai penguasa, sehingga kekuasaan terus berpihak kepada mereka,” papar dia.
Oleh karena itu, LaNyalla menegaskan Konstitusi Indonesia harus dengan tegas dan jelas berpihak kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Sebab, sistem perekonomian Indonesia disusun atas usaha bersama, dan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat.
“Insya Allah saya akan istiqomah berada di barisan yang ingin mengembalikan Indonesia menjadi Negara Kesejahteraan yang Berkeadilan. Negara berdaulat, berdikari dan mandiri yang tidak dikendalikan oleh segelintir Oligarki. Tapi negara yang lahir untuk kesejahteraan rakyat demi terwujudnya Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” tegas dia.
Dalam kesempatan itu LaNyalla juga menyinggung tuduhan dirinya sebagai otak di balik rencana aksi mahasiswa 11 April. Tentang hal ini LaNyalla malah bersyukur.
“Sempat ramai di medsos, saya dituduh sebagai otak di belakang demo mahasiswa. Alhamdulilah, karena dari dulu sudah sering difitnah. Tapi saya yakin, kalau difitnah itu malah akan menaikkan derajat kita. Siapa tahu dengan dituduh otak demo turunkan Presiden, insya Allah nanti saya jadi Presiden,” ujarnya.
Ditegaskan juga bahwa dirinya bukan oposisi, tetapi memilih sebagai negarawan. Sebagai pihak yang mengkoreksi penyelenggaraan negara dengan keadilan. Sebab seorang negarawan harus adil sejak dalam pikiran.
“Saya berusaha menyuarakan kebenaran. Karena kita harus berpikir ke depan, mewariskan demokrasi yang baik kepada anak cucu,” katanya.
Ketua DPD RI di acara itu didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin dan Brigjen Pol Amostian, Sekjen DPD RI Rahman Hadi dan Deputi Administrasi DPD RI Lalu Niqman Zahir.
Hadir para tokoh pejuang konstitusi antara lain M Hatta Taliwang (koordinator Grup Konstitusi), Siti Zuhro (peneliti senior BRIN), Brigjen TNI (Purn) Hidayat Poernomo (Ketua Umum Gerakan Bela Negara), Mantan Dubes Indonesia untuk Polandia Hazairin Pohan, Prof Achmad Mubarok, Ichsanuddin Noorsy, Sayuti Asyathri, Ahmad Yani, M Jumhur Hidayat, Ali Hardi Kiai Demak, Bambang Wiwoho, Dr. Mulyadi, Eggy Sudjana dan beberapa tokoh serta komunitas emak-emak.