Presiden Direktur Lippo Karawaci Ketut Budi Wijaya
Jakarta, b-Oneindonesia — PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) selaku pengembang Meikarta mengaku telah mencabut gugatan perdata terhadap 18 konsumen Meikarta senilai Rp56 miliar. Hal tersebut disampaikan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk Ketut Budi Wijaya, selaku pihak yang mengawasi proyek Meikarta.
“Kami sudah cabut (gugatan). Kami memerintahkan MSU untuk mencabut tuntutan tersebut. Tentunya ini sudah kita lakukan di minggu lalu tapi baru efektif hari ini,” ujar Ketut dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Senin (13/2).
Ketut mengklaim MSU telah menyerahkan 4.800 unit hingga 2022 atau sekitar 30 persen dari sekitar 18 ribu unit pemesanan. Penyerahan unit ditargetkan rampung pada 2027.
Pada 2023, penyerahan apartemen ditargetkan mencapai 2.200 unit, 3.000 unit pada 2024, 3.000 ribu unit pada 2025, 3.100 unit pada 2026, dan sisanya 1.997 unit pada 2027.
Ketut juga menjelaskan bahwa pemesanan apartemen Meikarta tidak mencapai 100 ribu unit seperti yang selama ini digemborkan. Ia menjelaskan proyek Meikarta awalnya dipegang oleh konsorsium.
Saat itu, kata Ketut, konsorsium merekrut agen-agen properti yang ternyata melipatgandakan jumlah pemesanan demi mendapatkan komisi.
Namun, konsorsium itu disebut meninggalkan proyek Meikarta 2018. Pihak MSU dan Lippo kemudian melakukan audit terhadap pemesanan.
“Kami audit satu-satu ternyata kesimpulannya adalah pesanan yang benar-benar terjadi atau ada orang yang membeli yaitu 18 ribu,” kata Ketut.
Sebelumnya, PT MSU menggugat belasan pembeli apartemen Meikarta secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) membeberkan semua konsumen apartemen yang protes dan menuntut haknya sebagai pembeli, dijadikan tergugat oleh PT MSU.
Ketua PKPKM Meikarta Aep Mulyana menuturkan ada 18 orang digugat perdata senilai Rp56 miliar.
“Coba bayangkan, yang orasi saja dijadikan tergugat. Kenapa ada tanda kali (silang) di sini (mulut konsumen Meikarta)? Karena ini adalah bukti kami nggak boleh ngomong, dibungkam sama sekali, padahal itu hak kami,” kata Aep.