Jakarta, b-Oneindonesia– Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengajak kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah untuk berada di garis depan dalam menghentikan kerusakan bangsa.
Tidak itu saja, LaNyalla juga mengajak para kader ikut memperjuangkan pemikiran para pendiri bangsa dalam tata kelola pemerintahan dan ekonomi sebagaimana dirumuskan dalam UUD 1945 naskah asli.
Hal itu disampaikan LaNyalla secara virtual saat Konferensi Pimpinan Wilayah PW Ikatan Pelajar Muhammadiyah Jawa Timur, Sabtu (17/12/2022).
Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, anak bangsa harus memiliki nasionalisme yang kuat. Sebab, penghancuran ingatan kolektif suatu bangsa dapat dilakukan dengan metode non perang militer.
“Tetapi dengan memecah belah persatuan, mempengaruhi, menguasai dan mengendalikan pikiran dan hati warga bangsa, agar tidak memiliki kesadaran, kewaspadaan dan jati diri, serta gagal dalam regenerasi untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional bangsa tersebut,” tutur LaNyalla.
Oleh karenanya, LaNyalla mengajak seluruh kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah menyelami kembali suasana kebatinan para pendiri bangsa ketika merumuskan sistem pemerintahan dan sistem ekonomi yang tepat untuk bangsa ini. Sistem yang berbeda dengan demokrasi Barat dan komunisme di Timur.
“Sistem yang dirumuskan para pendiri bangsa adalah sistem demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila mengedepankan titik tekan permusyawaratan perwakilan sebagai jalan tengah yang lahir dari akal fitrah manusia sebagai makhluk yang berfikir dengan keadilan,” kata LaNyalla.
Tokoh asal Bugis yang besar di Surabaya itu sependapat bahwa pelajar adalah kaum terdidik. Sehingga, pelajar memiliki tanggung jawab berpikir untuk melihat persoalan-persoalan yang dialami bangsa ini, untuk kemudian menawarkan gagasan.
Dijelaskan LaNyalla, untuk menawarkan gagasan yang tepat, kita wajib memahami taksonomi persoalan secara mendalam, dengan perenungan yang luhur dan dengan tujuan untuk kemaslahatan umat manusia.
“Itulah sebenarnya yang sudah dilakukan para pendiri bangsa kita saat merumuskan bentuk dan sistem dari negara ini. Mereka bukan orang sembarangan. Mereka yang terlibat dalam BPUPKI dan PPKI berlatar beragam. Mulai dari kaum terpelajar, ulama, raja dan sultan Nusantara, hingga tokoh pergerakan. Dan di antara mereka juga ada tokoh-tokoh Muhammadiyah,” terang LaNyalla.
Dan yang lebih penting lagi, mereka memiliki suasana kebatinan yang sama, yaitu merasakan langsung menjadi bangsa yang terjajah, menjadi bangsa yang disebut inlander, bangsa kelas paling bawah.
“Sehingga mereka mengerti betul taksonomi Indonesia. Karena itu, gagasan-gagasan mereka dapat kita baca dalam pikiran-pikiran mereka yang hari ini masih tercatat dalam sejarah bangsa ini,” jelas LaNyalla.
LaNyalla menyampaikan, ciri utama demokrasi Pancasila adalah semua elemen bangsa, yang berbeda-beda, harus terwakili sebagai pemilik kedaulatan utama yang berada di dalam sebuah Lembaga Tertinggi di negara ini.
“Sehingga terjadi penjelmaan rakyat, tidak sekedar perwakilan rakyat. Untuk kemudian mereka menyusun arah perjalanan Bangsa dan memilih mandataris alias petugas rakyat yang diberi mandat,” urai LaNyalla.
Namun, rumusan para pendiri bangsa yang dituangkan di dalam naskah Undang-Undang Dasar 1945 yang difinalkan pada 18 Agustus 1945 sudah hilang total. Terutama sejak bangsa ini melakukan perubahan konstitusi tahun 1999 hingga 2002 , dimana lebih dari 95 persen pasal-pasal di dalam konstitusi telah diganti
Oleh karenanya, LaNyalla mengajak kepada para kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah untuk menghentikan kerusakan yang terjadi.
“Marilah kita hentikan ketidakadilan yang melampaui batas, karena ketidakadilan yang
melampaui batas itu telah nyata-nyata membuat jutaan rakyat, sebagai
pemilik sah kedaulatan negara ini menjadi sengsara. Dan Allah SWT tidak suka terhadap hamba-Nya yang melampaui batas,” katanya.