Jakarta, b-Oneindonesia – Menindaklanjuti surat permohonan audiensi dari Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PMKP), DPD RI DIY menyelenggarakan audiensi terkait permasalahan aktivitas penambangan pasir di Kali Progo pada hari Sabtu (20/11).
PMKP adalah paguyuban masyarakat yang melingkupi 4 dusun yaitu Dusun Jomboran dan Dusun Nanggulan Kalurahan Sendangagung Kapanewon Minggir Kabupaten Sleman serta Dusun Pundak Wetan dan Dusun Wiyu Kalurahan Kembang Kapanewon Nanggulan Kabupaten Kulon Progo.
Hadir pada kegiatan audiensi di Ruang Serbaguna DPD RI DIY antara lain, 3 Anggota DPD RI DIY GKR Hemas, Dr. Hilmy Muhammad, MA, dan Drs. Muhammad Afnan Hadikusumo, PMKP, Walhi DIY dan LBH Yogyakarta.
Menyampaikan pengantar rapat, GKR Hemas menyatakan pertambangan pasir atau dalam UU No. 3 Tahun 2020, dikenal dengan istilah pertambangan batuan, khususnya di daerah aliran Sungai Progo menjadi salah satu potensi ekonomi bagi daerah.
“Bagi masyarakat, potensi ekonomi ini membuka lapangan kerja dan menumbuhkan kesempatan berusaha masyarakat sekitar. Sedangkan bagi daerah, potensi ekonomi ini dapat memberikan pemasukan daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD),” tuturnya.
Namun demikian, Anggota DPD RI DIY GKR Hemas mengakui kegiatan pertambangan pasir di DIY tidak lepas dari peliknya permasalahan, diantaranya permasalahan perijinan dan transparansi pemberian ijin operasional produksi, kerusakan lingkungan hidup, serta tata kelola tambang itu sendiri.
GKR Hemas menegaskan berdasarkan aspirasi masyarakat terkait permasalahan penambangan pasir, maka perlu ada tindak lanjut dengan melibatkan pemerintah daerah dan pemerintah pusat melalui kementerian terkait.
“Isu ini juga memungkinkan untuk diangkat menjadi isu alat kelengkapan DPD RI yang membidangi sumber daya alam, agar dapat dibahas dengan kementerian terkait, sebagai salah satu materi pengawasan atas pelaksanaan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,” tambahnya.
Permasalahan aktivitas tambang pasir di Kali Progo
Iswanto Ketua PMKP menuturkan permasalahan aktivitas tambang pasir bermula dari penambangan pasir dengan menggunakan alat berat, oleh 2 PT yaitu PT Citra Mataram Konstruksi dan PT Pramudya Afgani yang datang ke wilayah Jomboran, tanpa ada sosialisasi.
Masyarakat menyayangkan, karena tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, tiba-tiba PT sudah datang beroperasi dengan alasan sudah memegang surat izin. Ini menjadi tanda tanya masyarakat, tidak ada sosialisasi tapi pihak PT sudah memiliki surat izin operasi.
Maka, masyarakat terus mengejar dokumen-dokumen yang menunjang izin penambangan.
“PMKP sudah banyak melakukan pengaduan, mulai dari pengaduan ke kadus, lurah, camat, bupati, DPRD, Sekda DIY, bahkan sampai ke balai besar, tapi tidak ada satupun yang berpihak pada PMKP,” ungkapnya.
Untuk itu PMKP berharap audiensi ini yang terakhir kali, melalui peran dan fungsi DPD RI bisa membantu PMKP, agar perizinan tambang pasir dikaji ulang, jika perlu dicabut karena izin tambang maladministrasi dan tidak ada pengawasan terhadap aktivitas tambang.
Fajar Kurnia Adi Tim Koalisi Advokat Yogyakarta Pembelaan Masyarakat Kali Progo, menambahkan selain masalah perizinan, ada juga permasalahan pelaporan warga ke Polres Sleman oleh pihak PT atas tuduhan dugaan menghalangi proses penambangan.
“Ada dua kasus, yaitu saat warga melakukan aksi menolak penambangan dengan membentangkan banner dan saat warga mendikte salah satu helter dan sopir PT mengajak untuk bermusyawarah terkait penambangan. Hanya saja itu menjadi laporan ke kepolisian”, sesalnya.
Lebih lanjut, Budi Hermawan dari LBH Yogyakarta berharap ada tindakan nyata dari DPD RI. Pada kasus 2 orang warga yang dikriminalisasi dengan pasal 162 menghalang-halangi aktivitas tambang, saat ini sudah pada tahap penyidikan dan berpotensi menjadi tersangka. Padahal warga masyarakat disisi lain dilindungi dengan pasal 66 UUPPLH, setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak bisa dituntut secara pidana dan perdata.
“DPD RI DIY bisa mengintervensi atau mengirimkan surat ke Polres Sleman untuk menghentikan penyidikannya, karena ini kasus pertama setelah ada revisi UU Minerba di Yogya maupun di Indonesia,” tandasnya.
Budi juga mengharapkan ada tindakan nyata dari DPD RI, untuk melakukan evaluasi terhadap penerbitan izin tambang. Di dalam UU No 3 Tahun 2020, klausul pasal 169 mengatur bahwasanya izin yang sudah dikeluarkan oleh pemda harus diperbaharui oleh kementerian. Sedangkan pada kasus ini, warga belum menerima pembaharuan izin tambang dari Kementerian Investasi. Sehingga kewenangan izin tambang masih ada pemda atau asas contrarius actus, siapa yang menerbitkan izin, dia yang mencabut izin.
DPD RI DIY ikut mengawal aktivitas pertambangan di DIY
Muhammad Afnan Hadikusumo menjelaskan kewenangan dan tugas DPD RI meliputi 3 hal yaitu regulasi, pengawasan dan pelaporan kepada DPR RI dan Pemerintah. Audiensi kali ini adalah bagian pengawasan atas pelaksanaan UU.
“Oleh karena itu, hasil audiensi tidak langsung diselesaikan hari ini seperti permintaan warga, tetapi ada proses dan mekanisme, hasil audiensi ini akan disampaikan kepada pihak-pihak yang berwenang terutama mitra kerja DPD RI dengan Pemerintah Pusat, yaitu Kementerian LHK dan Kemendagri,“ jelasnya.
Terkait pengaduan warga ke polres sleman, bisa menyampaikan surat ke Kapolri agar bisa ditindaklanjuti, dengan melampirkn surat dan bukti-bukti, sehingga ketika DPD RI menyampaikan permasalahan kepada pihak-pihak yang berwenang mempunyai bukti yang akurat.
Hilmy Muhammad menambahkan, untuk melengkapi hasil audiensi perlu data yang lengkap, terkait izin juga harus ada informasi yang jelas, agar bisa melacak dengan mudah dan dapat dilakukan crosscheck kepada pihak-pihak eksekutif. Sejauh mana mereka mengeluarkan izin, sejauhmana pengawasannya terhadap penambangan pasir sehingga dampak-dampaknya sudah bisa diperkirakan.
Mengakhiri audiensi, GKR Hemas menegaskan bahwa DPD RI akan melakukan pengawasan aktivitas pertambangan agar tidak merusak lingkungan. Seperti pada kasus pertambangan pasir di Merapi, DPD RI DIY turut memperjuangkan hingga pada akhirnya pada september yang lalu, pemda DIY menutup 14 lokasi tambang pasir Merapi. Itu pun memerlukan proses yang panjang. Meskipun bukan kewenangan DPD RI, permintaan warga untuk mencabut izin tambang, akan ditindaklanjuti dengan pembicaraan yang intensif dengan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.