Jakarta, b-Oneindonesia.co.id – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi dukungan berbagai serikat buruh terhadap omnibus law RUU Cipta Kerja sebagai upaya pemerintah dan parlemen memudahkan masuknya investasi ke Indonesia. Dukungan tersebut setidaknya sudah ditunjukan 16 serikat buruh seperti KSPI, FSPMI, SPN, Aspek Indonesia, FSP KEP KSPI, Farkes, KSPSI, dan FSP TSK KSPSI.
“Dalam proses pembahasannya pun, pemerintah dan DPR RI sudah melibatkan berbagai pihak. Mulai dari KADIN Indonesia, APINDO, HIPMI, maupun dari berbagai organisasi buruh dan pekerja. Sehingga bisa dicapai win-win solution antara buruh dan pengusaha. Dengan demikian tidak ada yang saling dirugikan satu sama lain. Karena hakikat keberadaan sebuah undang-undang adalah untuk menjawab persoalan secara bersama-sama,” ujar Bamsoet usai menerima perwakilan buruh dari KSBSI, KSPSI, KSPN, K-SARBUMUSI, FS KAHUTINDO, dan FSP BUN, di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (25/8/20).
Turut hadir antara lain Ketua Umum SPSI Yorys Raweyai, DEN KSBSI Elly Silaban, DPP KSPSI Bibit Gunawan, DPP KSPN Ristadi, dan DPP K-SARBUMUSI Syaifullah Bahri.
Bamsoet juga mengapresiasi catatan yang disampaikan buruh terhadap klaster ketenagakerjaan agar dikembalikan sesuai ketentuan hukum sebelumnya. Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan berbagai putusan atas gugatan buruh di masa lalu terkait uji materi UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan terkait isu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), upah, pesangon, hubungan kerja, PHK, penyelesaian perselisihan hubungan industrial serta jaminan sosial. Keputusan tersebut final dan mengikat, sehingga masih layak dijadikan sebagai dasar hukum.
“Sedangkan ketentuan mengenai sanksi, karena tidak pernah diajukan gugatan uji materi ke MK, jadi bisa tetap mengacu kepada UU No.13/2003. Kabar terbaru dari kawan-kawan di Badan Legislasi DPR RI, mereka akan mengakomodir keinginan buruh tersebut. Sehingga seharusnya sudah bisa dicapai win-win solution,” tandas Bamsoet.
Lebih lanjut Bamsoet memaparkan, permasalahan terbesar dunia usaha, bukanlah pada sektor ketenagakerjaan. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal menunjukan hambatan terbesar investasi dunia usaha terletak pada perizinan (32,6 persen), pengadaan lahan (17,3 persen), dan regulasi/kebijakan (15,2 persen). Temuan Bank Dunia terhadap kemudahan berbisnis di suatu negara (Ease of Doing Business 2020) menempatkan Indonesia di peringkat 73 dari 190 negara dunia. Sementara di ASEAN, Indonesia berada di peringkat ke-6 dari 10 negara.
“Sebagian besar karena ego sektoral kementerian/lembaga serta tumpang tindih kewenangan bupati dan gubernur. Masalah inilah yang sedang dicarikan jalan keluarnya dalam omnibus law RUU Cipta Kerja. Sementara masalah ketenagakerjaan, seharusnya tak terlalu menjadi persoalan karena sudah ada putusan MK maupun UU No.13/2003. Sehingga antara buruh dan pengusaha tak perlu ada yang merasa dirugikan atas kehadiran RUU Cipta Kerja,” ujar Bamsoet.