Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bersma para pimpinan MPR, Wakil Ketua MPR RI antara lain Ahmad Basarah, Lestari Moerdijat, Sjarifuddin Hasan, Hidayat Nur Wahid, Arsul Sani, dan Fadel Muhammad Senin (27/02/23)
Jakarta, b-Oneindoneaia – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menuturkan rapat pimpinan MPR telah menerima dan menyetujui hasil kajian dan rekomendasi Badan Pengkajian MPR terkait pelantikan presiden dan/atau wakil presiden Republik Indonesia dikembalikan secara konsisten sesuai kewenangan konstitusional MPR RI sebagaimana diatur dalam UUD NRI 1945 pasal 3 ayat (2). Selanjutnya akan dibawa dalam rapat gabungan pimpinan MPR dengan pimpinan fraksi dan kelompok DPD.
Hasil kajian dan rekomendasi Badan Pengkajian MPR tersebut yakni, sebagai pelaksanaan wewenang melantik presiden dan/atau wakil presiden sesuai ketentuan konstitusi Pasal 3 ayat (2) UUD NRI tahun 1945:
“MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden”, maka MPR perlu mengeluarkan Ketetapan yang bersifat Penetapan (beschikking) tentang Penetapan Pasangan Capres-Cawapres Pemenang Pemilu Sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk periode masa jabatan lima tahun ke depan. Sehingga presiden dan/atau wakil presiden memiliki dasar hukum yang lebih kuat berupa Ketetapan MPR RI, bukan lagi semata berdasarkan berita acara pelantikan dan keputusan KPU saja.
“Pembentukan ketetapan dan mekanisme tata cara pelantikan presiden dan/atau wakil presiden tersebut perlu penyesuaian dan pengaturan lebih lanjut dalam Undang-Undang (UU) tentang MPR dan Peraturan Tata Tertib MPR, yang akan dirumuskan dan disusun Badan Pengkajian MPR bersama Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR. Ditargetkan dalam 6 bulan kedepan sudah bisa selesai,” ujar Bamsoet usai Rapat Pimpinan MPR, di Ruang Rapat Pimpinan MPR, Gedung Nusantara III MPR, Jakarta, (27/2/23).
Turut hadir para Wakil Ketua MPR RI antara lain Ahmad Basarah, Lestari Moerdijat, Sjarifuddin Hasan, Hidayat Nur Wahid, Arsul Sani, dan Fadel Muhammad.
Bamsoet menjelaskan, berdasarkan kajian Badan Pengkajian MPR RI, sistem pemilihan langsung presiden dan wakil presiden oleh rakyat, tidak serta merta menghilangkan wewenang MPR untuk melantik calon presiden dan calon wakil presiden terpilih hasil pemilihan umum menjadi presiden dan wakil presiden. Mengingat kewenangan presiden dan wakil presiden melekat pada jabatannya, bukan pada orangnya.
“Keputusan KPU tentang calon presiden dan wakil presiden terpilih hanyalah menetapkan bahwa yang bersangkutan adalah pasangan calon terpilih karena suara yang diperolehnya. Untuk melaksanakan kewenangan sebagai presiden dan wakil presiden, maka pasangan calon yang telah ditetapkan sebagai pemenang KPU tersebut perlu ditetapkan dan dilantik oleh MPR sesuai kewenangan konstitusionalnya,” jelas Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, penetapan (TAP-MPR) yang dimaksud adalah beschikking, bukan regelling. Karena penting untuk menjadi dasar dan mengubah status hukum pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden terpilih.
“Ketetapan MPR ini merupakan conditio sine qua non (harus ada) dalam rangkaian pelantikan Presiden dan Wakil Presiden,” tambah Bamsoet.
Lanjut Bamsoet menerangkan, pembentukan ketetapan dan mekanisme tata cara pelantikan presiden dan/atau wakil presiden oleh MPR RI perlu penyesuaian dan pengaturan lebih lanjut dalam UU tentang MPR RI dan Peraturan Tata Tertib MPR RI, yang akan dirumuskan dan disusun oleh Badan Pengkajian MPR RI bersama Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI. Ditargetkan dalam enam bulan kedepan sudah bisa selesai.
“Kehadiran UU tentang MPR RI sangat penting, mengingat DPD RI sudah menyiapkan RUU tentang DPD RI, begitupun dengan DPR RI. Sehingga pada akhirnya ketiga lembaga legislatif, yakni MPR RI, DPR RI, dan DPD RI memiliki undang-undang tersendiri yang mengatur tentang tugas dan fungsinya, tidak lagi bergabung dalam UU MD3 seperti yang saat ini terjadi,” terang Bamsoet.
Lanjut Bàmsoet menambahkan, selain tentang mekanisme pelantikan presiden dan/atau wakil presiden, dalam UU tentang MPR RI dan Peraturan Tata Tertib MPR RI tersebut nantinya akan mengatur beberapa hal lainnya.
Antara lain, tentang Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), pembentukan Mahkamah Kehormatan Majelis sebagai penegak kode etik terhadap setiap anggota MPR, Sidang Tahunan MPR RI setiap 16 Agustus yang dilaksanakan secara tersendiri, tidak bergabung dengan Sidang Tahunan DPD maupun DPR serta eksistensi pimpinan MPR RI yang ditetapkan melalui Ketetapan MPR RI, bukan melalui berita acara.
“Adapun terkait prosesi sambut dan pisah presiden – wakil presiden, sebagaimana yang sudah dicontohkan dengan baik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menyambut Presiden Joko Widodo, kita akan dorong agar menjadi kelaziman. Selain melalui konvensi ketatanegaraan, hal tersebut juga bisa diperkuat melalui Peraturan Tata Tertib MPR RI yang dapat memfasilitasi agar presiden yang akan digantikan dengan presiden penggantinya bisa melakukan pisah sambut di Istana Negara. Sehingga rakyat bisa melihat peralihan kepemimpinan berjalan dengan suka cita,” ujar Bamsoet.