Jakarta, b-Oneindonesia – Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA-GMNI) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di DPP PA GMNI Cikini Raya (29/0820) Rakornas secara virtual ini dihadiri Ugiek Sekjen PA GMNI serta para tokoh PA-GMNI dan sejumlah tokoh daerah dan nasional.
Ketua Umum DPP Persatuan Alumni GMNI (2015-2020) yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah, menegaskan bahwa untuk melawan ideologi trans-nasional yang saat ini berkembang di Indonesia diperlukan kerja konkret di segala bidang, mulai dari bidang politik, ekonomi, sosial, sampai bidang budaya.
“Jika nilai-nilai Pancasila diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kita membuat kampung-kampung tangguh yang di dalamnya terdapat gotong royong saat bangsa ini menghadapi pandemi Covid-19, rakyat akan merasakan langsung manfaat gotong royong yang terkandung dalam nilai-nilai Pancasila. Inilah yang saya maksud salah satu bentuk kerja konkretnya,” kata Ahmad Basarah dalam sambutan dalam Rakernas Persatuan Alumni GMNI secara virtual, Sabtu (29/8/2020).
Namun seandainya nasionalisme dan sistem demokrasi yang sekarang dianut bangsa Indonesia tidak membuahkan hasil nyata yang mensejahterakan apalagi membahagiakan rakyat, ia pun khawatir rakyat akan menoleh pada ideologi lain sebagai alternatif, misalnya ideologi trans nasional yang mengusung konsep negara khilafah islamiah.
“Jika hal tersebut dirasakan banyak masyarakat, mereka tak akan lagi tertarik pada ideologi lain termasuk transnasionalisme yang dikampanyekan para pengusung paham negara khilafah,” ujarnya.
Lebih lanjut Ahmad Basarah juga mengatakan bahwa, seandainya bangsa Indonesia pandai menjaga memori mereka tentang sejarah bangsa, maka tidak akan ada alasan lain untuk mereka lari dan meninggalkan Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Dikatakan Basarah, jika berdasarkan pada catatan sejarah di tanah air, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sesungguhnya sudah tumbuh dan mengakar di tengah nenek moyang bangsa Indonesia jauh sebelum Pancasila sebagai ideologi dilahirkan pada 1 Juni 1945.
“Karena itu, faktor penting yang harus diperhatikan dan dijaga oleh suatu bangsa dalam menjaga eksistensi bangsa dan negara mereka dari kehancuran adalah menjaga sejarah bangsa itu sendiri. Kaburnya sejarah suatu bangsa dan suatu negara akan menghancurkan bangsa dan negara itu sendiri,” tegas Sekretaris Jenderal GMNI periode 1996 – 1999.
Guna memperkuat argumentasinya, Ahmad Basarah mengutip statemen dari mantan Jenderal China yang sekaligus ahli strategi militer Sun Tzu, di mana disebutkan bahwa untuk mengalahkan bangsa yang besar tidak perlu dengan mengirim pasukan perang yang besar, tapi cukup dengan menghapus pengetahuan mereka atas sejarah kejayaan leluhur mereka.
“Jika suatu bangsa melupakan sejarah berdirinya negara mereka sendiri, tak akan lama, bangsa dan negara itu akan mengalami kehancuran,” tegasnya.
Ketua DPP PDI Perjuangan itu menambahkan, ada tiga cara yang bisa dilakukan untuk melemahkan sekaligus menjajah suatu negeri, pertama dengan mengaburkan sejarah bangsa itu sendiri, kedua dengan menghancurkan bukti-bukti sejarah bangsa, dan ketiga dengan memutuskan hubungan mereka dengan para leluhur dengan mengatakan bahwa leluhur mereka bodoh dan primitif.
Maka itu, ia pun berpesan kepada seluruh bangsa Indonesia khususnya para kader GMNI agar tetap menjaga sejarah leluhur bangsa Indonesia dengan cara mengkaji dan menyebarluaskannya kepada masyarakat, agar sejarah tidak luntur apalagi dibelokkan oleh pihak-pihak lain.
“Soal menjaga dan merawat sejarah bangsa ini penting dilakukan oleh kaum nasionalis yang aktif di GMNI. Mereka tak boleh berhenti mengkaji sejarah bangsa sendiri sebagai bentuk menjaga kewaspadaan nasional demi keutuhan NKRI yang kita cintai,” jelas Ahmad Basarah.
Dikatakan Pembicara lainnya, Prof. Dr. HR Benny Riyanto mengatakan memori kolektif bangsa tentang sejarah Pancasila harus terus dihidup-hidupkan.
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham RI tersebut menekankan, bahwa kerja besar ini penting, karena dalam suasana politik yang normal seperti saat ini saja sulit sekali mengajukan perundang-undangan yang bermuatan Pancasila untuk diterima, apalagi jika dalam waktu 20 – 30 tahun mendatang ketika generasi milenial yang sekarang masih remaja menjadi para pejabat dan penentu kebijakan di negeri ini.
“Generasi milenial pasti lebih jauh lagi jaraknya dengan masa-masa kelahiran Pancasila. Jika kepada mereka tidak diingatkan tentang sejarah bangsa, tentang sejarah Pancasila, sangat mungkin Pancasila akan menjadi masa lalu,” tandas Benny.
Pada bagian lain, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Arief Hidayat yang juga menjadi salah satu pembicara menyampaikan pentingnya mempertahankan ideologi bangsa dengan memanfaatkan media sosial sebagai arsenal baru.
“Kita isi ruang-ruang publik media sosial dengan narasi ideologi, nilai dan konten Pancasila, konten toleransi, konten kebhinnekaan. Kita harus menjadi influencer yang menyebarluaskan ajaran Soekarno agar ajaran proklamator bangsa ini menarik untuk lintas generasi,” ujar Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2015-2018.