Dikatakan Bamsoet, Kewenangan DPD RI Sebenarnya Sangat Besar & Luas

Jakarta, b-Oneindonesia –  Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menekankan, salah satu perubahan penting Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang dilakukan MPR RI pada kurun waktu 1999 sampai dengan 2002 adalah terbentuknya lembaga Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Gagasan dasar pembentukannya sebagai upaya penguatan daerah, yaitu menghadirkan lembaga yang dapat membawa kepentingan dan aspirasi daerah untuk dirumuskan dalam kebijakan nasional.

“Kelahiran DPD merupakan bagian yang penting, sentral, dan integral dari tuntutan reformasi. Tuntutan otonomi daerah sama pentingnya dengan tuntutan demokratisasi, pemberantasan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), diakhirinya dwifungsi ABRI, dan penegakan hak asasi manusia. Jika DPR merupakan lembaga perwakilan berdasarkan aspirasi dan paham politik rakyat, maka DPD sebagai lembaga perwakilan penyalur keanekaragaman aspirasi daerah,,” ujar Bamsoet saat menjadi Keynote Speaker Webinar Peringatan HUT ke-16 DPD RI, secara virtual dari Ruang Kerja Ketua DPD RI, Jakarta, Selasa (29/9/20).

Turut serta antara lain Ketua DPD RI La Nyalla Mattaliti, Anggota DPD RI Jimly Asshiddiqie, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, dan Peneliti Senior LIPI Siti Zuhro.

Bamsoet menjelaskan, jika dilihat dari perspektif bidang-bidang yang menjadi wewenang DPD sebagaimana diatur Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945, kewenangan DPD sebenarnya sangat luas dan besar. Mencakup undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah, pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama.

“Meskipun kata yang digunakan sangat lunak, yaitu ‘dapat mengajukan’ dan ‘ikut membahas’, sebenarnya secara konstitusional ada potensi yang cukup bagi DPD untuk menampilkan diri secara high profile dalam penguatan otonomi daerah. Maka yang harus didiskusikan secara lebih mendalam adalah intensifikasi kinerja DPD dalam batas-batas yang dapat dilakukan, tanpa harus terlalu fokus pada penguatan kewenangan secara ekstensifikasi yang hanya bisa dilakukan melalui perubahan UUD,” jelas Bamsoet.

Lebih lanjut Bamsoet memaparkan, di dalam Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, ditegaskan beberapa poin penting. Antara lain, penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Selanjutnya, pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional antara pusat dan daerah dilaksanakan secara adil untuk kemakmuran masyarakat daerah dan bangsa secara keseluruhan. Pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara efektif dan efisien, bertanggungjawab, transparan, terbuka, dan dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang luas kepada usaha kecil, menengah dan koperasi.

Poin penting lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah. Terakhir, pemerintah daerah berwenang mengelola sumber daya nasional dan bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan.

“Pada poin-poin yang diatur dalam Ketetapan MPR itulah, DPD perlu menampilkan diri secara maksimal dan optimal, mengingat upaya pemerataan pembangunan masih menggambarkan karakteristik kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Selain itu, ketimpangan pembangunan antar-daerah masih menjadi persoalan yang harus segera diatasi,” papar Bamsoet.

Bamsoet menuturkan, agar DPD bisa semakin maksimal dan optimal, perlu penguatan kewajiban konstitusional bagi DPD. Dimulai pada tahap perencanaan, tahap pembicaraan pendahuluan dalam penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara, dan tahap pembahasan rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara.

“Pada tahap perencanaan, DPD melakukan pemetaan kebutuhan masyarakat daerah melalui kegiatan serap aspirasi di daerah pemilihannya. Melakukan pendampingan terhadap perencanaan pembangunan daerah, khususnya mengenai dana transfer ke daerah dan dana desa. Selanjutnya, memperjuangkan rencana kerja pembangunan daerah dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan nasional untuk diselaraskan dengan rencana kerja pemerintah,” terang Bamsoet.

Bamsoet menambahkan, pada tahap pembicaraan pendahuluan dalam penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara, DPD melakukan pembahasan dengan Menteri Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Khususnya yang berkaitan dengan dana transfer ke daerah dan dana desa, untuk dijadikan dasar bagi Menteri Keuangan dalam menyusun Nota Keuangan/RAPBN yang akan diusulkan Presiden kepada DPR. Sementara pada tahap pembahasan RUU APBN, DPD ikut terlibat secara tri-partit.

“Dalam konteks dan perspektif seperti ini, penguatan kewenangan DPD memang memerlukan revisi beberapa undang-undang. Inipun tetap bukan jalan yang mudah, tetapi tidak sesulit jika terus berfokus pada penguatan kewenangan dalam UUD. Ke depan DPD memang perlu diperkuat kewenangannya, bukan hanya dalam bidang legislasi, melainkan juga fungsi pengawasan dan anggaran. DPD perlu menjadi penyeimbang dalam pelaksanaan tugas DPR dan pemerintah,” ujar Bamsoet.

RESPON ISU AKTUAL KETUA MPR RI BAMBANG SOESATYO,
SELASA 29 SEPTEMBER 2020

1. Survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, jenis protokol kesehatan yakni physical distancing masih relatif rendah dipatuhi oleh masyarakat, respon Ketua MPR RI:

A. Mendorong pemerintah bersama Satgas Penanganan Covid-19 pusat maupun daerah dalam mengajak masyarakat mematuhi protokol kesehatan, terlebih dahulu memahami kondisi antropologi dan kondisi sosial masyarakat setempat, sehingga memudahkan petugas untuk menggencarkan sosialisasi dan edukasi penerapan protokol kesehatan (menggunakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan/3M), khususnya di daerah dengan angka kepatuhan yang rendah dalam penerapan protokol, agar tingkat kepatuhan masyarakat dapat meningkat.

B. Mendorong pemerintah dan Satgas Penanganan Covid-19 bersama aparat TNI-Polri untuk menyelesaikan kendala-kendala yang terjadi di lapangan yang menjadi hambatan dalam upaya pemutusan rantai penyebaran Covid-19, seperti dengan memaksimalkan dan memasifkan operasi yustisi namun tetap menggunakan cara yang humanis dan persuasif dalam penindakannya.

C. Mendorong pemerintah dan institusi keamanan melibatkan komunitas yang ada di sekitar masyarakat untuk diberikan pemahaman yang lebih baik mengenai pentingnya menerapkan protokol kesehatan dan dampak ketidakpedulian terhadap kesehatan pribadi, agar komunitas tersebut dapat membantu satgas sebagai penegak protokol kesehatan sekaligus mengkampanyekan gerakan disiplin protokol pencegahan Covid-19, termasuk kelompok pramuka mengingat pemerintah tidak bisa mengatasi pandemi ini sendirian, terutama dalam mengubah perilaku masyarakat untuk patuh terhadap protokol pencegahan Covid-19.

D. Mengajak masyarakat untuk patuh dan disiplin menerapkan protokol kesehatan Covid-19 (3M, memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan) dengan memanfaatkan sosial media, media siar (radio, dan TV), spanduk, maupun iklan, hal ini dinilai penting dalam mempercepat penanganan pandemi oleh pemerintah.

2. Kasus positif Covid-19 di lingkungan pesantren masih terus ditemukan di beberapa daerah, seperti yang terjadi di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat yang mencatat terdapat 12 orang positif yang berasal dari lingkungan salah satu pesantren di daerah tersebut, 46 santri yang dinyatakan positif Covid-19 di Kuningan, dan 190 orang terkonfirmasi positif di pondok pesantren di Purwokerto, respon Ketua MPR RI :

A. Mendorong pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag), dan pemerintah daerah bersama pimpinan pondok pesantren dan satgas untuk melakukan langkah-langkah penanggulangan sesuai protokol kesehatan terhadap santri yang dinyatakan positif terpapar Covid-19 agar tidak meluas.

B. Mendorong pemerintah melakukan pendekatan khusus ke pondok pesantren agar bisa dicegah penyebaran Covid-19 di sejumlah pesantren, dengan melakukan pengetesan Covid-19 massal, melakukan tracing contact dan mensterilkan setiap ruangan dengan disinfektan di lingkungan pesantren sebagai upaya memutus rantai penyebaran Covid-19.

C. Mendorong Kemenag bersama Pemda mengevaluasi secara menyeluruh setiap kebijakan maupun aturan pelaksanaan protokol kesehatan di lingkungan pesantren, dan memastikan standar operasional prosedur (SOP) terkait Protokol Adaptasi Baru di lingkungan pesantren benar-benar diterapkan, mengingat tingginya angka penularan Covid-19 di lingkungan pesantren akibat kehidupan di pesantren yang berbeda dengan sekolah umum, pimpinan pondok merupakan tokoh sentral yang dapat mengajak santri maupun pihak pesantren untuk menjalankan protokol kesehatan, khususnya penggunaan masker dan physical distancing.

D. Mengajak kepada seluruh elemen pondok pesantren (santri, pengurus dan ustadz/ustadzah) untuk memahami pentingnya melaksanakan protokol kesehatan dengan disiplin guna mencegah lonjakan kasus baru Covid-19 di lingkungan pesantren.

3. Indonesia diprediksi menjadi negara dengan penghasilan tinggi dan menjadi kekuatan ekonomi dunia pada 100 tahun kemerdekaan, yaitu tahun 2045, respon Ketua MPR RI:

A. Meminta pemerintah tidak boleh terbuai dengan prediksi tersebut, saat ini diharapkan pemerintah fokus menyelesaikan PR bangsa Indonesia untuk memperbaiki kesenjangan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia/SDM, terlebih lagi banyaknya dampak yang disebabkan dari pandemi covid-19 yang harus diselesaikan.

B. Mendorong pemerintah dan peneliti bahwa penting untuk terus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dikarenakan Indonesia pada tahun 2045 diharapkan sudah menjadi masyarakat digital yang akan merevolusi mobilitas masyarakat.

C. Mendorong pemerintah agar kebijakan-kebijakan mengenai kehidupan kemasyarakatan yang telah ditetapkan dapat diterapkan secara maksimal agar mendapatkan hasil yang optimal, sehingga Indonesia dapat secara bertahap mewujudkan impian bahwa pada 100 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, Indonesia dapat menjadi negara dengan penghasilan tinggi dan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *