Malang, b-Oneindonesia – Ketua Umum DPP Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI), Dr Ahmad Basarah, MH resmi melantik jajaran kepengurusan DPD PA GMNI Jawa Timur yang dinahkodai oleh Deni Wicaksono, Minggu (28/11/2021) malam.
Bertempat di Pondok Pesantren Babussalam, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, Basarah berbagi pengalamannya dahulu ketika dia pertama kali bergabung bersama dengan GMNI semasa kuliah silam.
GMNI, terang dia, pada zaman pemerintahan Orde Baru memiliki ruang gerak yang sangat terbatas. Basarah mengatakan upaya de-soekarnoisasi yang terus dilakukan secara massif lantas berdampak kepada GMNI yang mengilhami ajaran-ajaran politik dan pemikiran Bung Karno.
“Lalu kemudian dengan intuisi intelektual saya, saya mencoba membaca buku melihat literatur-literatur. Yang pada saat saya masuk ke GMNI, jangankan kita ada pelantikan seperti ini, kaderisasi di suatu tempat itu sudah dibubarkan. Kalau rapat di satu tempat lagi sudah dibubarkan, tidak pernah ada suatu proses kaderisasi yang layak sebagai sebuah organisasi pengkaderan,” kata Basarah dalam sambutan pembukaannya.
Keadaan dan tekanan yang diberikan oleh rezim pemerintahan Orde Baru pada saat itu, tidak serta merta menyurutkan semangatnya untuk belajar. Sebagai seorang mahasiswa, dia terus belajar membaca berbagai sumber dan literasi mengenai Bung Karno, yang pada zaman itu amat sulit untuk ditemukan
“Akan tetapi militansi alumni-alumni GMNI pada waktu itu memberikan spirit kepada saya, yang kemudian memberikan banyak referensi bacaan dan buku-buku. Yang pada saat itu banyak dikubur di tanah, banyak yang dibuang di tanah, untuk menghilangkan jejak bahwa yang bersangkutan adalah alumni GMNI,” terangnya.
“Karena memang situasi mencekam pada waktu itu membuat banyak alumni GMNI yang tidak mau mengaku sebagai alumni GMNI,” tambah Basarah.
Melalui penelusuran yang dia lakukan melalui pembacaan literatur-literatur berkaitan dengan pemikiran Bung Karno, Basarah menemukan sebuah fakta sejarah, bahwa pemikiran-pemikiran dan gagasan yang dicetuskan Bung Karno dia tidak menemukan fakta bahwa Bung Karno berhaluan komunis dan atheis sebagaimana propaganda rezim Orde Baru pada saat itu.
Bahwa Bung Karno adalah seorang muslim yang taat, yang banyak menimba ilmu dari para alim ulama tokoh pendiri Bangsa Indonesia. Bahkan mendapatkan gelar dari Nahdlatul Ulama sebagai Waliyyul Amri Addharuri Bi As Syaukah.
“Kata profesor Mahfud MD ketika sidang disertasi doktor saya di Universitas Diponegoro, Bung Karno bukan hanya seorang Islam yang menjalankan ubudiyah keislamannya. Tapi, dia seorang Islam yang intelek, yang selalu ingin memperjuangkan Islam dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” imbuh Ketua DPP PDI Perjuangan tersebut.
Oleh karenanya, Wakil Ketua MPR RI ini berpesan, kepada jajaran pengurus PA GMNI Jawa Timur yang hari ini dilantik, agar menjadikan momentum ini bukan sekedar kegiatan seremonial belaka. Namun di khidmati sebagai sebuah awal dari proses panjang perjuangan melawan upaya de-soekarnoisasi yang tertanam di tengah-tengah alam berpikir masyarakat kita.
“Saya berharap, teman-teman PA GMNI melalui kerja-kerja intelektualnya juga dapat menjawab tuntutan zaman di tengah-tengah masyarakat kita. Terutama, untuk menjernihkan apa yang disebut sebagai ajaran ajaran Bung Karno dari residu politik de-soekarnoisasi,” tegas Basarah.
Dia meyakini, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Basarah meyakini salah satu syarat Bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang besar apabila dapat menjadi bangsa yang jujur akan sejarahnya sendiri dan melihat fakta-fakta sejarah secara jernih.
Pelantikan PA GMNI di Pesantren: Nasionalis & Santri Satu Kesatuan
Uniknya, pelantikan organisasi kaum nasionalis itu digelar di Ponpes Babussalam, Banjarejo, Malang, asuhan KH Thoriq bin Ziyad.
Pelantikan dengan tema “Nasionalisme Menjawab Tantangan Zaman” itu dihadiri Wakil Ketua MPR RI DR. Ahmad Basarah. Sejumlah tokoh tampak hadir, juga banyak yang mengirimkan karangan bunga hingga memenuhi halaman Pondok Pesantren Babussalam.
Acara tersebut dihadiri mulai dari Wakil Gubernur Jatim Emil Elistianto Dardak, Ketua DPRD Jatim Kusnadi, Kapolda Jatim yg diwakili Kapolres Kabupaten Malang, Pangdam yg diwakili Dandim, Kajati yg diwakili Kajari Malang, bupati/wali kota dari beberapa daerah di Jatim, pimpinan dan anggota DPRD Kab/Kota, hingga berbagai tokoh lainnya.
“Terima kasih Gus Thoriq (KH Thoriq bin Ziyad, pengasuh Ponpes Babussalam, Banjarejo, Malang) berkenan pesantrennya ditempati pelantikan PA GMNI Jatim. Ini menunjukkan kaum santri dan kaum nasionalis ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan,” ujar Ketua PA GMNI Jatim Deni Wicaksono.
Deni mengatakan, upaya untuk merawat dan menumbuhkan spirit nasionalisme di kalangan anak bangsa kini menghadapi berbagai tantangan. Tantangannya pun telah bersalin rupa dengan beragam kompleksitasnya.
“Salah satu tantangan utamanya adalah betapa masifnya radikalisme dan ekstremisme berbalut ideologi transnasional menyusup ke berbagai lini kehidupan kita. Kaum nasionalis dalam wadah PA GMNI harus berada di garda terdepan untuk menghadapinya, karena kita tidak ingin Indonesia hancur terpecah belah,” papar alumnus Universitas Airlangga tersebut.
Deni menambahkan, dengan berbagai dinamika dan tantangan, semua anak bangsa patut bersyukur bahwa hingga saat ini Indonesia masihlah entitas yang sama seperti kala dideklarasikan pada 1945. Meski demikian, pekerjaan rumah masih menunggu untuk dituntaskan. Salah satunya soal kesejahteraan rakyat.
Kaum marhaenis, lanjut Deni, sudah seharusnya mengimajinasikan sosok kaum marhaen di era digital saat ini bukanlah hanya petani saja. Jika Bung Karno hidup kembali, maka ilham politik itu tidak lagi ditemui pada sosok Marhaen, petani kecil di pelosok Bandung Selatan.
“Mungkin, Bung Karno akan bertemu para pekerja yang menenteng gadget dan mengendarai motor dan bertanya apa yang membuatnya kerja siang malam namun tak kunjung sejahtera. Kita perlu kembali bertanya secara kritis, bagaimana kita para kaum Soekarnois dalam mengimplementasikan doktrin Tri Sakti di masa kini,” ujarnya.
“Apakah kita telah berdaulat dalam politik, berdikari secara ekonomi, berkepribadian dalam kebudayaan? Jika belum, hari ini seharusnya menjadi tonggak sejarah untuk menengok, memformulasikan dan mengimplementasikan doktrin tersebut sesuai semangat zaman. Jangan sampai kita, kaum Soekarnois, gagal mewarisi sikap visioner Bung Besar dalam membaca gerak zaman dan kita menjadi tidak relevan,” seru Deni.
Untuk membumikan semangat nasionalisme di masa kini, Deni membeber tujuh aksi yang akan digeber oleh keluarga besar PA GMNI Jatim. Pertama, tetap mewaspadai Covid19, khususnya momentum libur akhir tahun. Semuanya harus bergotong royong agar tidak terjadi gelombang ketiga dengan disiplin protokol kesehatan dan menyukseskan vaksinasi hingga mendekati angka 100 persen pada akhir tahun.
Kedua, terus menjaga keberagaman dan melawan intoleransi. “Jangan beri ruang sedikit pun kepada kaum intoleran,” ujarnya.
Ketiga, papar Deni, bekerja memulihkan ekonomi pasca Covid-19. Keempat, pemberdayaan UMKM dan koperasi serta mengawal UMR yg mewadahi semua kepentingan.
“Pemulihan ekonomi harus terus kita dorong. Ekonomi rakyat harus rebound. Hidupkan kembali UMKM dan koperasi, agar ekonomi arus bawah bergerak untuk membuka seluas mungkin lapangan kerja,” beber Deni.
Adapun aksi kelima adalah reorganisasi birokrasi. Ini adalah langkah konsolidasi ke dalam organisasi untuk memantapkan kerja-kerja kerakyatan PA GMNI. Keenam, pembangunan dan perbaikan infrastruktur merata ke perdesaan.
“Infrastruktur akan meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi rakyat desa. Kita harus kawal dan bantu wujudkan itu sesuai bidang pengabdian kita masing-masing, apakah sebagai pejabat pemerintahan, anggota parlemen, pengusaha, pegiat NGO, dan sebagainya,” tuturnya.
Ketujuh, sambung Deni, membantu membentuk karakter para pelajar. “Ini aksi bersama. Misalnya ada kawan PA GMNI Jatim yang menjadi anggota parlemen, dorong program dan anggaran untuk character building pelajar agar nasionalisme terbentuk dan terhindar dari radikalisme,” ujarnya.