Jakarta, b-Oneindonesia – Kala Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12 Tahun 2020 yang mengatur pengelolaan lobster diterbitkan, banyak perusahaan eksportir lobster bermunculan seiring dibukanya kuota ekspor.
Namun, perusahaan eksportir itu dinilai tidak sesuai syarat yang ditentukan Permen KP.
Salah satu syarat perusahan eksportir lobster adalah minimal pernah dua kali panen.
Demikian ditegaskan Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin saat menjadi pembicara dalam diskusi Dialektika Demokrasi di Media Center, bertajuk “Polemik Lobster: Untungkan Rakyat atau Pengusaha?” di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (16/7/2020).
Selain pernah dua kali panen, syarat menjadi eksportir lobster adalah mampu mengembalikan dua persen dari hasil budi daya lobsternya ke laut. Dan syarat lainnya adalah perusahaan eksportir harus mampu bekerja sama dengan nelayan petambak kecil lobster.
“Dalam Kepmen Nomor 12 ada beberapa persyaratan bagi perusahaan untuk menjadi eksportir. Namun, ada perusahaan yang sengaja mengambil kuota ekspor. Kita khawatirkan kuota ini diperdagangkan. Padahal, persyaratannya sudah jelas dalam Permen.”
Saat ini, katanya, sudah ada 30 perusahaan ekportir lobster yang mendapat kuota.Dia mempertanyakan, apakah 30 perusahaan ini sudah punya lahan dan bekerja sama dengan nelayan kecil. Dijelaskan Akmal, untuk panen lobster dibutuhkan waktu enam bulan.
Bila persyaratannya dua kali panen untuk mendapat kuota ekspor, mestinya perusahaan eksportir baru mendapat izin tahun depan.
Namun, karena sekarang sudah ada 30 perusahaan eksportir, maka perlu dipertanyakan kapasitas perusahaan-perusahaan tersebut berdasarkan syarat Permen. “30 perusahaan ini betul enggak sudah punya lahan dan bekerja sama dengan petambak atau nelayan kecil,” tanya Akmal.
Yang menarik lagi, sambung Akmal, di tengah kontroversi pembagian kuota ekspor lobster, tiba-tiba Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementan mengundurkan diri.Padahal Dirjen inilah yang bertanggung jawab atas pembagian kuota ekspor dan penangkapan benih lobster.
“KKP kita minta jujur apa adanya. Kalau memang tidak memenuhi syarat jangan diberikan izin. Aturan dibuat jangan dilanggar. Aturan ini untuk bisa meyeleksi mana perusahaan yang bisnisnya memang di bidang lobster. Jangan semuanya jadi eksportir,” ujar Akmal.
Kebijakan ini bertolak belakang dari kebijakan di era Susi Pudjiastuti yang sebelumnya juga menjadi Menteri Perikanan dan Kelautan yang melarang ekspor benih lobster.
Andi Akmal Pasluddin mengatakan, ada perbedaan mendasar antara Susi dengan Edhy dalam hal ekspor benih lobster.
“Kebetulan saya ini sudah dua periode di Komisi IV, jadi bisa sedikit membandingkan. Dalam masalah ekspor benur atau benih lobster, kalau kita lihat Ibu Susi inikan konservatif. Pertimbangan apa namanya lingkungan yang sangat dominan sehingga keluar Peraturan Menteri untuk melarang ekspor benur,” ujar Andi Akmal