FGD KLHK Jaring Masukan Pengembangan Food Estate dari Perspektif Legislatif

Jakarta b-oneindonesia-KLHK menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan Anggota DPR RI Kaukus Kalimantan tentang perspektif terkait Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan pemulihan gambut pada Rencana Pengembangan Pangan (Food Estate) di Kalimantan Tengah. KLHK mendapat tugas untuk mengawal aspek lingkungan hidup dan kehutanannya, dengan menyusun KLHS cepat untuk rencana tersebut.

Wakil Menteri LHK Alue Dohong memimpin FGD virtual yang dihadiri antara lain Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Budisatrio Djiwandono, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan, Anggota Komisi VII DPR RI Willy M Yoseph, Anggota Komisi IV DPR RI Bambang Purwanto, dan Anggota Komisi III DPR RI Ary Egahni.

Saat memberikan pengantar, Wamen Alue Dohong menyatakan perlu adanya penyamaan persepsi atau terminologi mengenai pangan. Berdasarkan UU No.18 Tahun 2012, pangan termasuk di dalamnya produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air.

“Itu konsep pangan yang dimaksud disini. Jadi bukan hanya semata sawah atau padi. Bicara Food Estate adalah pusat pengembangan pangan. Berbeda dengan Rice Estate yaitu pusat pengembangan padi. Artinya yang akan dikembangkan di eks PLG pangan dalam arti luas,” kata Wamen Alue Dohong.

Pada reposisi eks PLG sebagai alternatif pusat pengembangan pangan berkelanjutan, Wamen Alue Dohong menggarisbawahi bahwa Food Estate tidak sama dengan cetak 1,4 juta hektar sawah di eks PLG. Kemudian, rencana Food Estate yang dikembangkan pemerintah lebih terintegratif dengan pemulihan gambut. Sementara berdasarkan kajian, rencana Rice Estate (Pusat Pengembangan Padi) dapat dilakukan pada lahan mineral dan gambut tipis dengan luas potensial 165.000 hektar.

Selanjutnya, Wamen Alue Dohong menyampaikan ada 6 dimensi utama reposisi eks PLG sebagai alternatif pengembangan pangan berkelanjutan, yaitu pembangunan kewilayahan, hutan, gambut, SDM unggul, teknologi, dan tata kelola yang baik (governance).

“Sehingga dari sisi lingkungan hidup strategis, kita ingin reposisi eks PLG sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) Pangan Wilayah Terpadu, Modern dan Berkelanjutan, dengan people centred development, dukungan SDM yang unggul dan teknologi,” katanya.

Selain itu, Wamen Alue Dohong menjelaskan peran KLHK dalam konteks pengembangan pangan berkelanjutan di eks PLG. Pertama, pelaksanaan KLHS cepat yang dilakukan oleh Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL). Kedua, evaluasi kondisi ekosistem gambut dan upaya pemulihan fungsi ekosistem gambut oleh Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL). Ketiga, upaya perbaikan perilaku sosial ekonomi masyarakat di tingkat tapak dengan melibatkan Badan Restorasi Gambut (BRG).

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan mengatakan harus ada semangat pembeda Food Estate sekarang dengan masa sebelumnya. Diperlukan konsolidasi birokrasi perizinan bahkan terobosan-terobosan untuk mempercepat prosesnya. Selain aspek teknis, Daniel menekankan kesiapan SDM dengan mengutamakan masyarakat lokal.

“Bagaimana Food Estate ini menjadi pilot project pertanian modern yang lebih produktif, dengan mengaplikasikan teknologi modern dan petani lokal. Jangan sampai meminggirkan mereka. Justru selain menjadi tuan rumah, mereka juga ikut menjadi pelaku industri pangan disana,” katanya.

Daniel berharap dengan adanya Food Estate, lahan existing di sana semakin maju produktivitasnya. Di saat yang sama, Kalteng menjadi oase harapan bangkitnya petani Indonesia, dan menjadikannya lumbung pangan dunia.

Sementara, Wakil Ketua Komisi IV Budisatrio Djiwandono menyatakan ini kesempatan untuk semua pihak, khususnya pemerintah dan legislatif untuk mewujudkan Food Estate ini.

“Ini merupakan program jangka menengah – panjang. Oleh karena itu, harus matang dari sisi perencanaan dan implementasinya. Ini juga merupakan tantangan sekaligus kesempatan besar. Kami sampaikan apresiasi dan mendukung untuk mewujudkan lahan pangan nasional sebagai sumber cadangan strategis di masa depan,” ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Anggota Komisi VII DPR RI Willy M Yoseph, Anggota Komisi IV DPR RI Bambang Purwanto, dan Anggota Komisi III DPR RI Ary Egahni, yang semuanya mewakili Daerah Pemilihan Kalimantan.

Sebelum mengakhiri FGD virtual tersebut, Wamen Alue Dohong menyampaikan beberapa catatan berdasarkan pendapat dan masukan narasumber dari DPR RI, yang pada dasarnya menyampaikan dukungan dan harapan agar program ini berhasil, dengan memperhatikan pengalaman masa lalu.

Selanjutnya perlu adanya koordinasi intens antara Kementerian/Lembaga termasuk Pemerintah Daerah supaya Food Estate ini berjalan terkoordinir dan terkomunikasi dengan baik.

“Perlu ada perencanaan secara detil dan rinci (masterplan) tentang food estate itu sendiri, yang menggambarkan sisi siapa melakukan apa, tanggungjawabnya dimana, anggarannya seperti apa, juga SDM dan teknologinya, dalam rangka mendorong tingkat keberhasilan program ini,” tuturnya.

Hal yang penting, perlu kehati-hatian tentang pengelolaan gambut, khususnya tentang bagaimana water management, atau penataan hidrologi yang ada di kawasan itu, juga penataan kawasan hutannya, baik status kepemilikan maupun fungsi kawasannya.

Selain KLHS, KLHK juga mendukung penyusunan studi Amdal. Dari studi teknis, perlunya detil engineering desain, untuk mendukung perencanaan yang baik dan sempurna.

Kemudian aspek anggaran, tidak hanya dari Pemerintah, tapi juga mendorong peran swasta untuk investasi di Food Estate ini. “Saya pikir pada tahun pertama dan kedua konsentrasi anggaran pemerintah agak besar. Setelah itu pihak swasta dan masyarakat yang dapat mengambil peran lebih besar,” ujar Wamen Alue Dohong.

Berikutnya keterlibatan dan penguatan masyarakat lokal tidak hanya menyangkut SDM, tetapi juga institusi lokalnya, seperti kelompok tani, kelompok masyarakat, dan kelompok adat. Peran mereka perlu diperkuat agar dapat terlibat secara intens di dalam kegiatan Food Estate ini. Termasuk melibatkan SDM muda atau fresh graduate dari universitas yang ada di sana.

“Untuk itu, perlu adanya sosialisasi secara intens kepada masyarakat lokal, dan para pihak baik di pusat maupun daerah, supaya memperoleh dukungan yang lebih bagus lagi terhadap rencana Program Strategis Nasional ini,” tuturnya.

Selain itu, perlu dibangun aliansi dan kolaborasi dengan negara-negara maju, negara yang sudah berhasil memanfaatkan gambutnya dalam adopsi teknologinya.

Yang tidak kalah penting, perlu inventarisasi berbagai macam masalah yang ada di lokasi, misalnya aspek kawasan, tata guna lahan, sosial, teknis, dan teknologi. Hal ini harus dilakukan dalam rangka memperoleh peta permasalahan di kawasan itu secara tepat, sehingga bisa diperoleh penanganan secara tepat juga.

“Saya atas nama KLHK, menyampaikan apresiasi, penghargaan dan penghormatan kepada para Anggota DPR RI, atas masukan dalam FGD yang sangat konstruktif dan inspiratif. Saran dan masukan ini sangat berarti dalam perbaikan langkah kedepan, terkait KLHS terutama, juga aspek lain yang menjadi tugas dan tanggung jawab KLHK,” pungkas Wamen Alue Dohong

Komentar