Jakarta,b-Oneindonesia – Komite IV DPD RI menggelar rapat kerja dengan Kementerian Koperasi dan UKM RI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Rapat tersebut terkait pembahasan usulan rencana perubahan atas UU No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.
Ketua Komite IV DPD RI Elviana mengatakan UU Penjaminan diterbitkan dengan menimbang perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi dan berkeadilan. Di sisi lain, Komite IV DPD RI melihat ada beberapa permasalahan yang menjadi fokusnya yaitu bentuk badan hukum perusahaan penjaminan atau koperasi.
“UU Penjaminan hanya mencantumkan UUD Tahun 1945 sebagai konsiderannya, dan tidak mencantumkan UU Koperasi. Padahal seharusnya UU Koperasi juga menjadi rujukan dalam UU Penjaminan,” ucap Elviana saat membuka rapat di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (14/2).
Senator asal Jambi ini juga menyinggung belum optimalnya peran koperasi dalam penjaminan. Padahal dalam Pasal 7 menyebutkan badan hukum lembaga penjamin bisa berbentuk perusahaan umum, perseroan terbatas, atau koperasi. “Faktanya sampai saat ini, peran koperasi di dalam penjaminan belum optimal,” tuturnya.
Elviana menambahkan Pasal 9 Ayat 2 UU Penjaminan menyebutkan kepemilikan asing pada lembaga penjamin berbentuk badan hukum perseroan terbatas, baik secara langsung maupun tidak langsung paling banyak sebesar 30 persen dari modal disetor.
Untuk itu pihaknya menyarankan perlunya ditinjau kembali mengenai kepemilikan asing. “Tidak hanya itu keberadaan dan manfaat serta fungsi dari lembaga penjamin juga belum well-informed atau belum banyak diketahui oleh masyarakat daerah,” paparnya.
Sementara itu, DPD RI asal Provinsi Papua Barat M Sanusi Rahaningmas menyoroti sulitnya UMKM di Papua Barat dalam mendapatkan modal. Padahal pihaknya telah menyurati perbankan untuk mendapatkan modal, namun sampai saat ini belum ada perkembangan.
“UMKM di Papua Barat tidak bisa berkembang karena sangat sulit mendapatkan pengajuan modal. Belum lagi berbelitnya persyaratan pengajuannya,” imbuhnya.
Selain itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Aceh Sudirman menjelaskan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi masyarakat Aceh belum ada standar umum menggunakan sistem syariah. Untuk itu perlu ada sosialisasi baik dari kementerian dan lembaga penjamin dalam penyaluran KUR.
“Mungkin untuk di Aceh butuh sosialisasi sehingga masyarakat bisa mengerti tentang KUR,” tegasnya.
Di kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Makro Rulli Nuryanto menganggap UU Penjaminan masih relevan untuk pemberdayaan UMKM. Sedangkan dari sisi koperasi, UU ini dinilai perlu adanya penyempurnaan.
“Untuk teknis nanti bisa ke OJK. Namun intinya UU Penjaminan perlu disempurnakan sesuai kondisi saat ini,” ujarnya.
Kepala Kantor Manajemen Strategis dan Perumusan Kebijakan LPS Ridwan Nasution menjelaskan UU No. 1 Tahun 2016 Tentang Penjaminan ini sudah terbit selama tujuh tahun maka perlu ditinjau kembali. Jika dilihat dari peran, fungsi, dan tanggungjawab lembaga penjamin yang terus berevolusi maka sudah seharusnya UU ini ditinjau kembali.
“Lembaga penjamin setiap tahun terus berevolusi maka UU ini perlu ditinjau kembali sesuai kondisi saat ini,” ujarnya.