Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey bersama Ketua Umum APNI, Nanan Soekarna dan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dan Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura dalam pagelaran “APNI Friendly Gathering – Improving Nickel Upstream to Downstream Industry to Support Indonesia ASEAN Chairmanship 2023 & Indonesia Gold 2045” di Hotel Raffles Senin (06/03/23)
Jakarta, b-Oneindonesia – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo menyinggung soal kondisi ekonomi masyarakat di sekitar wilayah penambangan nikel milik perusahaan asing di Sulawesi. Ia mengatakan Indonesia adalah pemilik nikel terbesar di dunia namun masyarakat di sekitar penambangan hidup dalam kategori kemiskinan ekstrem.
“Tanahnya kaya, pertanyaan kenapa rakyat yang hidup dan tinggal di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan, yang di bawahnya ada nikel dan batubara masih hidup dalam garis kemiskinan,” kata dia di Hotel Raffles, Jakarta Selatan pada Senin malam, 6 Maret 2023.
Ia mengaku sudah pernah menemui para gubernur di Sulawesi. Bamsoet pertanyakan alasan mengapa masyarakat di sana masih banyak yang masuk ke dalam kategori miskin ekstrem.
Ternyata, kata dia, penyebabnya adalah keberadaan perusahaan asing yang menguasai 118 ribu hektare yang memiliki kandungan nikel senilai miliaran metrik ton. Dia berujar perusahaan asing itu sudah menguasai lahan tersebut selama 55 tahun.
Artinya, menurut dia, sumber daya alam yang melimpah milik Indonesia hanya dikuasai oleh satu kelompok. Alhasil, kekayaan yang dimiliki Tanah Air tak bisa memakmurkan masyarakatnya. Ditambah hasil pengelolaannya gagal menjadi penerimaan negara.
Karena itu, ia menilai penguasaan tambang oleh satu kelompok itu harus dipecah. Misalnya, tutur Bamsoet, ke koperasi, maupun pengusaha-pengusaha lainnya. Dia menyarankan ada pembatasan penguasaan tambang seluas 25 ribu hektare per kelompok usaha.
“Pemerintah daerah nanti dibagi-bagi kerjanya ke Pusda, koperasi, kan usaha-usaha lokal,” ucapnya.
Tak hanya pada nikel, menurut Bamsoet, hal yang sama juga terjadi pada pengelolaan komoditas batubara di Indonesia. Ia pun menyimpulkan ada yang salah dalam pengelolaan sumber daya di Indonesia. Dia berujar seharusnya kekayaan alam ini dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk masyarakat sesuai amanat konstitusi.
Saat dimintai konfirmasi ihwal kondisi tersebut, Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura mengatakan kemiskinan ekstrem hanya bisa diakhiri apabila ada dana yang mencukupi. Di sisi lain, ia mengungkapkan kemiskinan ekstrem di wilayahnya telah turun 1 persen tahun ini menjadi 12 persen.
“Itu lah kalau ada duit, program (pengentasan Kemiskinan ekstrem) kami jalan,” kata dia.
Adapun soal penguasaan lahan oleh satu kelompok, Rusdy berujar perlu ada pembagian hasil yang baik dengan pemerintah daerah. Misalnya, penambangan nikel yang dilakukan oleh PT Vale Indonesia. Ia mengaku apabila kontrak diperpanjang, pemerintah daerah akan meminta penambahan besaran bagi hasil.
“Kalau diperpanjang mintalah kami bagian, dari 22 ribu kasih lah kami 5 ribu, karena dari bagi hasil itu PAD (pendapatan asli daerah) kami saja hanya Rp 900 miliar,” tuturnya.