Waspada, Kecanduan Ponsel Meningkat! Ada yang Sampai lupa Orang Tua

Bogor-b-oneindonesia- Rumah sakit jiwa RSMM (Rumah Sakit Marzuki Mahdi) Kota Bogor menangani puluhan pasien anak dan remaja yang mengalami gangguan jiwa. Beberapa di antaranya merupakan pasien gangguan kejiwaan akibat kecanduan gadget.

Dokter spesialis kejiwaan anak dan remaja RSMM, dr Ira Safitri T mengibaratkan gangguan kejiwaan akibat gadget ini sebagai fenomena gunung es. Menurut Ira, jumlah pasien setiap tahunnya meningkat.

“Kalau selama 2019 itu kita tangani 10-15 pasien (akibat kecanduan gadget). Ada 3 orang yang sempat jalani rawat inap, tapi sekarang sudah pulang. Sampai sekarang, kita layani antara 2 sampai 3 orang (pasien akibat kecanduan gadget) yang rawat jalan setiap hari,” kata Ira Safitri ditemui di RSMM, Jalan Semeru, Bogor Barat Kota Bogor, Kamis (17/10/2019).

“Untuk gangguan masalah kejiwaan di sini memang kebanyakan yang dirawat itu dengan gangguan kejiwaan skizofrenia, tapi memang saat ini mulai meningkat pasien-pasien dengan masalah gangguan adiksi internet, gadget atau gawai,” tambahnya.

Selama 2019, ada 3 remaja yang dirawat di RSMM karena mengalami gangguan kejiwaan akibat kecanduan gadget. Rata-rata usia mereka antara 11-16 tahun dan berasal dari Bogor. Hanya sebagian kecil dari luar Bogor seperti Jakarta dan Bekasi.

Lupa orang tua

Selain di Bandung Barat, Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr Arif Zainudin Surakarta juga menerima pasien kecanduan ponsel. Tahun ini, jumlah pasien tersebut semakin meningkat.

Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa Anak Remaja RSJD dr Arif Zainudin Surakarta, Aliyah Himawati, mengatakan fenomena tersebut sudah terjadi sejak tiga tahun lalu. Namun belakangan, fenomena tersebut memang makin marak.

“Tiga tahun lalu ada tapi sedikit. Sejak tahun ajaran baru ini ada sekitar 35 anak remaja. Sehari itu ada 1-2 anak yang berobat,” kata Aliyah, Kamis (17/10/2019).

Kondisi gangguan kejiwaan mereka berbeda-beda. Yang paling parah, ada pasien yang tidak mengakui bahkan hingga memukul orang tuanya.

“Orang tuanya tidak dianggap. Dia bilang kalau dia itu turun dari langit. Isi pikirannya itu yang ada di gim itu, bahasanya bahasa di gim itu,” ujarnya.

Kebanyakan pasien tersebut kecanduan gim ekstrem. Mereka tidak mau makan hingga tak mau sekolah. Kalaupun sekolah, mereka ingin segera pulang untuk bermain gim.

“Ada yang niat ke sekolah itu untuk main gim. Karena di sekolah ada wifi gratis. Sedangkan di rumah sudah diputus orang tuanya,” kata Aliyah.

Adapun pasien rawat inap tersebut ialah remaja kelas 3 SMP dan kelas 1 SMA. Mereka membutuhkan perawatan empat minggu hingga kini sudah diperbolehkan pulang.

Penanganan pasien kecanduan ponsel ini dilakukan sesuai dengan gejalanya. Yang pertama, pasien harus mengakui jika dirinya kecanduan ponsel.

“Lalu kita berikan obat. Kondisi kecanduan ini membuat cairan otak atau neurotransmitter tidak seimbang. Langkah farmakoterapi ini yang paling cepat bisa menyeimbangkan,” ujar dia.

Kemudian pasien akan menjalani terapi perilaku. Secara berangsur, dosis obat juga diturunkan.

“Untuk pasien rawat jalan, kita evaluasi dua minggu sekali. Mereka kita beri kontrak kegiatan. Sehari ngapain saja. Sehari pegang ponsel itu hanya dua jam,” katanya.

Untuk langkah pencegahan, dia mengimbau kepada orang tua agar menjauhkan ponsel dari anak sejak dini. Sebab saat ini banyak orang tua yang mengenalkan ponsel terlalu dini.

“Biasanya balita tidak mau makan ditontokan YouTube. Kalau hanya audionya boleh saja, tidak perlu ditontonkan gambarnya. Orang tua juga harus mencontohkan kepada anak agar menggunakan ponsel hanya untuk hal penting,” tutupnya.

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *