Jakarta, b-Oneindonesia – Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) menerapkan zona integritas di lingkungan Kejaksaan diapresiasi banyak pihak.
Hal tersebut dianggap sebagai langkah yang efektif dalam mencegah terjadinya praktek korupsi, sekaligus momentum dalam menjalankan reformasi birokrasi di tubuh korps Adhyaksa tersebut.
“Reformasi Birokrasi Kejaksaan Agung yang dilakukan dengan menerapkan Zona Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) merupakan langkah yang efektif dan edukatif dimensi pencegahan pemberantasan korupsi,” ujar Pakar Hukum Pidana UI Indriyanto Seno Adji kepada wartawan, Senin (22/6/2020).
Pengajar Program Pascasarjana Bidang Studi Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) ini berpendapat, harus dilakukan perbaikan pendidikan moral etika penegakan hukum yang baik sebagai salah satu cara menempatkan sisi kepercayaan publik pada Kejaksaan.
“Pola berbasis pencegahan sebagai konsep efektif WBK dan WBBM di lingkungan Kejaksaan ini hanya bisa direalisasikan dengan cara dan metode ‘up-down’ sebagai sistem panutan pimpinan keteladanan,” ucapnya.
“Sehingga bisa menghilangkan kesan penerapan zona ini adalah tidak formalitas birokratis kelembagaan, tetapi memiliki dampak positif yang signifikan bagi publik atas pemberantasan korupsi,” lanjutnya.
Hal senada juga diungkapkan Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahayangan, Asep Warlan Yusuf. Menurutnya, setelah melakukan deklarasi adanya WBK dan WBBM di internal Kejaksaan Agung, maka hal lain yang perlu dikerjakan adalah menerapkan perilakunya.
“Langkah berikutnya adalah komitmen ke perilaku. Misalnya begini apabila Bapak-bapak, Ibu-ibu melihat ada korupsi laporkan ke nomor sekian-sekian langsung bebas pulsa, itu berarti ada sebuah tindakan dari kepemimpinan di sana (Kejagung) memastikan jika ada orang berbuat macam-macam, laporkan,” kata Asep kepada wartawan Senin (22/6/2020).
Laporan tersebut kata Asep, tidak boleh diabaikan atau dibiarkan saja. Harus ditelusuri. Penegak hukum yang melanggar harus diberikan sangsi hukuman yang tegas. “Memastikan laporan itu untuk ditindak lanjuti, tidak diabaikan, tidak dibiarkan dan ada konsekuensi. Kalau tindakan yang benar maka ada tindakan hukum yang tegas terhadap perilakunya,” ujarnya.
Menurut Asep, kepercayaan masyarakat otomatis akan meningkat dengan komitmen Kejagung yang kuat. Berdasarkan survei Indikator Politik, mayoritas publik atau 74,1 persen, percaya dengan kinerja korps Adhyaksa yang saat ini dipimpin ST Burhanuddin. Kepercayaan pada Kejaksaan Agung ini tak jauh beda dengan kepercayaan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan angka 74,7 persen.
“Ini tantangan bagi Kejagung. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Kejaksaan Agung harus sama atau bahkan lebih tinggi dari KPK. Dengan komitmen yang tinggi terhadap pemberantasan korupsi bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat soal korupsi beralih ke Kejagung,” tuturnya.
“Mungkin KPK tidak dilihat lagi sebagai lembaga yang paling “power full”, paling berani dan paling sukses dalam memberantas korupsi, ternyata sekarang beralih ke Kejagung. Itu konsekuensi akhir dari sebuah kepercayaan harus begitu,” pungkas Asep.
Sebagai informasi, sebelumnya, Wakil Jaksa Agung yang juga sebagai Ketua Tim Pengarah Reformasi Birokrasi, Setia Untung Arimuladi mendorong jajaran institusinya di daerah, seperti Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri dalam membangun zona integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri didorong untuk tetap semangat dan berkomitmen dalam pembangunan zona integritas melalui Surat Nomor : B-14/B/WJA/05/2020, tanggal 15 Mei 2020.
Dia berharap, program Reformasi Birokrasi ini guna mendorong SDM Kejaksaan untuk melakukan perubahan.
Hal ini sesuai 7 arahan Jaksa Agung, Burhanuddin dalam meningkatkan SDM yang profesional dan proporsional ditengah revolusi Industri atau era rev 4.O sehingga menjadi pegawai yang handal dan mampuni serta berdaya saing, dengan aura positif bagi insan Kejaksaan.
“Sebabnya dibutuhkan keterampilan baik dalam mengelola teknologi, sehingga Kejaksaan mendapat tempat dihati masyarakat. Tinggalkan pola pikir lama, kerja yang rutin, jangan monoton dan menghindari zona nyaman, SDM Kejaksaan dituntut harus berubah, kerja cepat, produktif, inovatif, adaftif dan siap berkompetisi di era pesatnya kemajuan dan perkembangan jaman,” imbuh Setia Untung sesuai 7 arahan Jaksa Agung.
Dijelaskan Setia Untung, dari koordinasi dengan Kementrian PAN-RB pelaksanaan penilain pembangunan zona integritas tetap berjalan sesuai jadwal, meski wabah pandemi covid-19 masih ada.
Namun, cara penilaiannya berbeda dengan tahun sebelumnya. Untuk tahun 2020 ini, penilaian akan disesuaikan dengan situasi pandemi covid-19 guna memutus mata rantai penyebaran.
“Maka penilaian akan dilaksanakan secara virtual dengan memanfaatkan sarana teknologi informasi begitu juga dengan pelaksanaan survey indeks kepuasan pelayanan publik dan indeks persepsi anti korupsi akan dilaksanakan secara online,” tandas Mantan Kepala Badan Diklat Kejaksaan RI ini.