Jakarta, b-Oneindonesia – Sejumlah pengamat memprediksi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan menjadi calon presiden koalisi yang dibentuk Partai Golkar, PPP, dan PAN.
Pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi mengatakan koalisi yang menamakan diri Koalisi Indonesia Bersatu itu kemungkinan mengusung capres nonkader. Hal itu dilakukan karena ketiga partai tak memiliki kader yang punya elektabilitas tinggi.
“Dibandingkan dengan nama lainnya yang diusung tiga partai ini, nama Anies lebih lumayanlah untuk ditawarkan, tinggal cari pasangan siapa,” kata Asrinaldi.
Asrinaldi mengatakan Anies memiliki kedekatan dengan koalisi ini. PAN menjadi salah satu pendukung Anies sejak Pilkada DKI 2017.
Selain itu, PPP juga telah menambatkan hati ke Anies. Dewan Pimpinan Wilayah PP DKI Jakarta melakukan deklarasi mendukung Anies sebagai capres untuk 2024.
Direktur Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago menyebut Ganjar sebagai kandidat potensial yang akan diusung. Dia berpendapat Ganjar bisa mengisi kekosongan figur di koalisi tersebut.
“Ganjar memang ada partainya. Kecuali PDIP enggak ambil beliau, bisa nanti disimulasikan Ganjar-Anies,” ujar Pangi.
Pangi menyebut Ganjar bisa saja keluar dari PDIP dan mendapat tiket ke pilpres. Dia menyandingkan kondisi Ganjar saat ini dengan pengalaman Jusuf Kalla yang tak diusung Partai Golkar pada Pilpres 2014.
Meski demikian, Pangi menganggap keputusan itu bakal menjadi pertaruhan terbesar Ganjar. Terlebih lagi pendukung Ganjar beririsan dengan PDIP.
“Kalau dia tidak maju sama PDIP, suaranya tidak akan sekuat ini. Pendukung Jokowi, PDIP, kan saat ini banyaknya ke Ganjar,” tuturnya.
Dia melihat nasib koalisi ini akan ditentukan saat penentuan capres. Menurutnya, koalisi akan bubar jika setiap partai ngotot mencalonkan ketua umumnya dalam Pilpres 2024.
“Seandainya Golkar enggak mau usung Anies, ya PPP yang sudah bertekad mengusung akan berpindah ke Demokrat. Koalisi akan bubar sendirinya,” ucap Asrinaldi.
Pangi berpendapat senada. Dia menyebut Koalisi Indonesia Bersatu akan bubar jika ego para ketua umum tak bisa dibendung.
“Kalau bangunan koalisinya ketum harus menjadi capres atau cawapres, akan bubar,” ujarnya.
Sebelumnya, Partai Golkar, PPP, dan PAN mengumumkan pembentukan koalisi untuk Pilpres 2024. Mereka menamakan koalisi itu Koalisi Indonesia Bersatu. Koalisi itu terbentuk usai pertemuan tiga ketua umum, yaitu Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, dan PPP.
Jika Ganjar-Anies Bisa Jadi Duet Maut di Pilpres 2024
Wacana menduetkan Ganjar-Anies di Pilpres 2024 disambut baik Ketua Umum Jokowi Mania (JoMan) Emanuel Ebenezer. Relawan Jokowi yang kini aktif mengkampanyekan Ganjar Pranowo sebagai Capres 2024 itu menyebut duet Ganjar-Anies merupakan duet maut di Pilpres 2024. Duet tersebut potensial mendapatkan kemenangan besar.
Dia mengatakan, pihaknya menginginkan agar Pilpres 2024 mendatang merupakan Pilpres rekonsiliasi.
Sehingga polarisasi atau perpecahan di masyarakat tidak terjadi lagi.
“Apapun duetnya, menurut kami, buat membangun bangsa ya nggak apa-apa. Saya yakin itu akan jadi duet maut tuh. Duet maut berbasis rekonsiliasi,” katanya.
Dia mengatakan, polarisasi pasca Pilpres 2014 dan 2019 telah memberi efek negatif terhadap perjalanan bangsa Indonesia.
Polarisasi pasca Pilpres itu membuat masyarakat Indonesia terpecah dalam dua kubu yang satu sama lain saling menjatuhkan.
“Kita tidak mau lagi terjebak dengan hiruk pikuk konflik, polarisasi yang nggak karuan ini. Ini saya rasa duet rekonsiliasi,” ujarnya.
“Itu bagus. Yang penting bagi kami, selama basis pendekatannya 2024 adalah rekonsiliasi, kami akan suport,” katanya.
Dia mengatakan, tanpa pendekatan rekonsiliasi, agenda politik kedepan tetap akan diwarnai perpecahan dan keterbelahan di masyarakat.
Karena itu, rekonsiliasi pada Pilpres 2024 kata dia akan mengakhiri pelabelan cebong Vs kampret sebagaimana yang sampai hari ini masih terjadi.
“Mau bikin Pemilu atau mau bikin apapun nanti kalau tidak ada pendekatan rekonsiliasi, itu sama aja bohong. Percuma.
Tanpa itu nanti pengulangan lagi di 2024 seperti di 2019 dan 2014. Nanti cebong kampret lagi. Puyeng kita,” katanya.
Dia juga mengajak masyarakat untuk mendorong terwujudnya duet Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Duet itu, kata dia, mewakili dua kutub politik besar yang mendominasi pemilih di Indonesia. Sehingga akan menjadi kekuatan politik yang efektif untuk mewujudkan masyarakat yang maju.
“Saya rasa kita harus dukung. Mari kita dukung duet ini sebagai langkah rekonsiliasi,” katanya.
Sebelumnya dikabarkan bahwa Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menggadang akan menduetkan Ganjar-Anies pada Pilpres 2024.
Duet itu disebut Surya Paloh sebagai upaya menghentikan perpecahan di masyarakat sebagai dampak Pilpres 2019 dan 2014.
Pernyataan Surya Paloh itu disampaikan dalam forum Pimred beberapa hari lalu.
Temu Surya Paloh & Prabowo Tunjukkan Situasi Politik 2024 Sangat Cair
Pertemuan antara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menunjukkan bahwa situasi politik 2024 sangat cair.
Penjelasan itu disampaikan oleh Yunarto Wijaya, Direktur Charta Politika, Rabu (1/6/2022). Menurutnya, analisis pertama tentang pertemuan keduanya adalah sekadar silaturahmi.
“Analisis pertama adalah ini hanya silaturahmi saja, mengulang pertemuan di Solo yang kemudian berlanjut, dan mungkin saja karena NasDem punya kantor baru,” jelasnya.
“Tapi, kalau ingin dilihat framing terkait koalisi politik pun, ini menunjukkan bahwa 2024 memang sangat cair, jauh dibandingkan dengan 2019,” imbuhnya.
Menurut Yunarto, akan banyak pihak yang merasa dirinya bisa menjadi capres dan cawapres, tetapi berbenturan dengan prasyarat, termasuk harus memenuhi 20 atau 25 persen suara.
Ia memprediksi, dalam setahun ke depan akan banyak pertemuan yang terjadi antarpartai maupun capres.
“Menjelang pendaftaran (pilpres), (akan banyak) peristiwa-peristiwa pertemuan antarpartai, capres dengan partai, dan lain-lain. Itu yang menurut saya bisa disimpulkan, pertama bahwa kita belum bisa menerka pola koalisi yang ada, baik jumlah koalisi maupun siapa dengan siapa,” katanya.
Analisis yang lebih mikro, lanjut Yunarto, adalah mengenai koalisi Nasdem dengan Gerindra.
Jika dibandingkan dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang sudah muncul duluan, Prabowo dinilai memenuhi prasyarat sebagai capres.
“Pak Prabowo memenuhi prasyarat sebagai calon yang dianggap mumpuni sebagai capres, sementara di KIB, tidak ada yang memiliki elektabilitas tinggi,” tuturnya.
Jika dianalisa lebih detail, Prabowo disebutnya bisa jadi berharap adanya dukungan dari partai politik sebesar Nasdem untuk bergabung dan mendukungnya sebagai capres.
Tetapi pertanyaannya, lanjut Yunarto, apa yang menguntungkan buat Nasdem?
“Kita tahu, Pak Surya Paloh sudah mengatakan tidak akan maju, dan kalau ditanya yang akan menguntungkan Nasdem itu mengajukan calon yang seperti apa? Adalah yang bukan ketua umum,” ujar Yunarto.
“Kalau calon presidennya adalah ketua umum partai lain, yang akan mendapatkan kentungan adalah partai tersebut,” pungkasnya.