Jakarta, b-Oneindonesia – Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry meminta Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM mengevaluasi kriteria narapidana yang dikeluarkan melalui program asimilasi dan meningkatkan pengawasannya. “Kriteria narapidana yang akan dikeluarkan lewat kebijakan percepatan asimilasi harus diawasi dengan ketat. Hal ini harus dilakukan secara serius untuk meminimalkan kemungkinan narapidana asimilasi itu melakukan pengulangan saat sudah kembali ke masyarakat,” kata Herman dalam Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham Reynhard Silitonga secara fisik dan virtual, di Jakarta, Senin (11/5).
Herman meminta petugas Balai Pemasyarakatan (Bapas) juga harus betul-betul melakukan pengawasan secara ketat dan apabila kekurangan personel untuk melakukan pengawasan harus meminta bantuan dan bekerjasama dengan petugas lapas atau penegak hukum lainnya dan juga dengan jajaran forkopimda.
Di sisi lain, terkait kebijakan pengeluaran narapidana atau tahanan, Herman meminta masyarakat tidak langsung menunjuk narapidana asimilasi sebagai penyebab semua kejahatan yang terjadi di Indonesia saat ini.
“Saya harap masyarakat tidak langsung termakan informasi provokatif yang disebarkan di media sosial. Sudah ada bukti beberapa kejadian yang disebut dilakukan narapidana asimilasi, namun ternyata tidak benar,” ujarnya.
Namun Herman tidak tutup mata terhadap pengulangan tindak pidana yang dilakukan narapidana asimilasi sehingga dirinya meminta jajaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan betul-betul mengevaluasi kriteria narapidana yang dikeluarkan lewat program asimilasi ini dan meningkatkan pengawasan terhadap mereka.
Selain itu Menurut Herman, persoalan over kapasitas ini yang harus dicarikan solusinya oleh Reynhard Silitonga sebagai Dirjen Pas yang baru karena penanganan persoalan tersebut bukan semata ada di Kemenkumham dan Ditjen Pas.
“Sebanyak apa pun lapas dan rutan yang kita miliki, tetap saja ujung-ujungnya akan mengalami overcrowding bila permasalahan di hulu yang berupa masuknya tahanan dan narapidana yang setengahnya merupakan kasus narkotika,” ujarnya.