B-Oneindonesia, Jakarta-Pimppinan MPR pada hari Rabu, 13 November 2019 melanjutkan silaturahim kebangsaan dan safari politik dengan menemui Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh beserta jajaran DPP Partai Nasdem.
Delegasi MPR dipimpin oleh Ketua MPR, Bambang Soesatyo, didampingi para Wakil Ketua MPR, Hidayat Nurwahid, Arsul Sani, dan Lestari Moerdijat yang juga kader Partai Nasdem. Kehadiran Delegasi MPR disambut hangat oleh Surya Paloh di Ruang Kerja Lantai 5 Kantor DPP Partai Nasdem di Gondangdia, Jakarta Pusat.
Mengawali pertemuan, Bambang Soesatyo menyampaikan ucapan selamat atas penyelenggaraan Kongres Partai Nasdem yang berjalan sukses, dan dengan suara bulat secara aklamasi memilih kembali Surya Paloh sebagai Ketua Umum Partai Nasdem untuk periode 2019-2024.
Kedatangan Pimpinan MPR, sebagaimana dijelaskan Bambang Soesatyo, selain dalam rangka merajut dan menguatkan silaturahim yg sudah terjalin baik dengan Surya Paloh, baik sebagai Ketum Partai Nasdem maupun sebagai tokoh bangsa, juga dalam rangka menindakklanjuti rekomendasi MPR Periode 2014-2019 yang telah diamanatkan kepada MPR Periode 2019-2024, antarai lain terkait penataan sistem ketatanegaraan melalui amandemen konstitusi.
Lebih lanjut Bambang Soesatyo menjelaskan bahwa MPR sebagai rumah kebangsaan dan lembaga demokrasi serta representasi aspirasi rakyat, merasa perlu mendengar masukan-masukan dari berbagai komponen bangsa, termasuk Partai Politik dan para tokoh bangsa.
Surya Paloh menyambut baik dan mengapresiasi kunjungan Pimpinan MPR ke Kantor Nasdem. Pimpinan MPR periode saat ini dipandang representatif karena memiliki keterwakilan dari seluruh partai politik, sehingga memberikan harapan dan optimisme atas kinerja MPR ke depan.
Pada kesempatan tersebut, Surya Paloh mengkritisi implementasi demokrasi di Indonesia yang dinilai mirip model _free fight_, cenderung mengedepankan poltik praktis dan pragmatisme.
Bahkan ada semacam paradoks dalam implementasi demokrasi, antara apa yg dijadikan rujukan dengan apa yang terjadi dalam tataran realita. Kondisi ini memunculkan lahirnya pertanyaa yang relevan untuk diajukan, “Masih adakah Pancasila?”. Beberapa pemikiran Surya Paloh yang “menggelitik” untuk dikaji lebih dalam misalnya terkait kewenangan tafsir MK terhadap konstitusi; termasuk di dalamnya, misalnya tentang putusan pelaksanaan pemilu serentak.
Dalam kerangka pemikiran tersebut, Surya Paloh menyampaikan pandangan Partai Nasdem terhadap wacana amandemen konstitusi. Menurutnya, perlu menjadi perhatian bersama, bahwa amandemen konstitusi semestinya dilakukan secara hati-hati, komprehensif, dan sesuai dengan kebutuhan kekinian. Termasuk misalnya, di dalamnya komitmen untuk memperkuat sistem presidensial. Implementasi hak-hak prerogatif Presiden semstinya dilakukan dengan sepenuh hati, tidak setengah-setengah.
Menanggapi hal tersebut, Hidayat Nur Wahid menambahkan semangat musyawarah mufakat yang tidak tercermin dalam amanah Pasal 2 ayat 3. Demikian pula terkait putusan MK yang bersifat final dan mengikat yang tidak bisa dikoreksi, lalu bagaimana bila di kemudian hari ditemukan novum yang membuktikan putusan MK tidak tepat?
Dalam kerangkan pemikiran tersebut, wacana untuk melakukan amandemen secara komprehensif dianggap sebagai pandangan yang cukup rasional.
Arsul Sani turut manambahkan, adanya pemikiran bahwa akan sulit membangun komitmen ketika diskursus tentang amandemen justru dibatasi. Ada baiknya membuka ruang pemikiran seluas-luasnya untuk menjaring aspirasi terkait amandemen konstitusi.
Pentingnya membuka ruang bagi diskursus publik tentang amandemen konstitusi ini senada dengan pemikiran Bambang Soesatyo yang menugaskan Sesjen MPR agar program Sosialiasi 4 Pilar MPR RI yang sedang digelorakan oleh MPR dapat diperkaya dengan materi dan diskursus tentang amandemen konstitusi.
Dalam kesempatan tersebut, Surya Paloh menaruh harapan sekaligus keyakinan, di bawah kepemimpinan Bambang Soesatyo, MPR dapat melahirkan negarawan-negarawan baru. MPR diharapkan dapat menjaga marwah sebagai lembaga perekat bangsa, dengan mengoptimalkan peran di berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara.