Dinilai Menghasut (Hate Speech), Demokrat Desak Bamsoet Minta Maaf ke Orang Papua

Jakarta, b-Oneindonesia – Politikus Partai Demokrat Rachland Nashidik menanggapi pernyataan Ketua MPR, Bambang Soesatyo atau Bamsoet yang meminta aparat TNI-Polri menurunkan kekuatan penuh, menghabisi kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua tanpa harus pikirkan hak asasi menusia (HAM). Menurut Rachland Nashidik pernyataan tersebut masuk ujaran kebencian.

“Apa itu hate speech? Pernyataan Ketua MPR ini manifestasi paling gamblang dari hate speech, yaitu hasutan untuk mendiskriminasi orang dengan kekerasan, dari perlindungan atas hak-hak dasar yang seharusnya didapatkan semua manusia tanpa kecuali,” ujar Rachland, Rabu (28/4).

Pernyataan Bamsoet itu menyusul tertembaknya Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Brigjen I Gusti Putu Danny Nugraha Karya. Ia gugur ditembak oleh KKB. Rachland mengatakan semua orang berkabung atas peristiwa penembakan itu. Tapi Bamsoet tak seharusnya membuat pernyataan yang menghasut. “Ketua MPR wajib menjaga lisan, jangan menghasut negara melakukan kekerasan, apalagi secara membuta,” kata Rachland.

Dia mengatakan, pengerahan operasi militer di Papua, apalagi dalam skala yang diminta Ketua MPR, niscaya akan mengundang dan mengembalikan perhatian dunia pada Papua. Padahal, Internasionalisasi masalah Papua, atau persisnya mengembalikan Papua ke dalam agenda PBB, tidak diinginkan Indonesia.

Lebih jauh, dikatakan Rachland, membicarakan hak asasi manusia belakangan setelah operasi militer atau operasi keamanan, seperti anjuran Bambang Soesatyo, akan membuat para penyidik di kantor International Criminal Court di Den Haag menggeser teropongnya dari Papua ke Jakarta.

“Hak asasi manusia tak boleh dibicarakan belakangan. Ia justru harus diprioritaskan di depan, digunakan sebagai panduan dalam ikhtiar mencari keputusan politik yang benar. Ketua MPR ada di deretan depan pimpinan negara yang harusnya selalu ingat dan mengingatkan itu pada Presiden,” ucap Rachland Nashidik.

Dia mengatakan bahwa menganjurkan penumpasan separatisme dengan mengabaikan hak asasi manusia, mungkin terdengar gagah. Tapi jelas bukan pernyataan yang benar atau etis. Dalam keadaan perang, hak hak dasar kombatan sekalipun harus dilindungi, tak boleh didiskrimimasi. Apalagi ini saudara sendiri.

“Di Jawa, orang Papua kerap jadi korban rasisme. Bukan saja dalam hidup biasa sehari-hari, tapi juga dalam diskursus dan debat politik. Dan kini Ketua MPR bukan saja ingin sebagian warga Papua ditumpas secara militer, malah menganjurkan hak-hak dasar mereka tak usah dipedulikan?” katanya.

“Pernyataan BamSoet adalah hate speech yang paling gamblang. Ia menganjurkan kekerasan militer pada sebagian warga Papua dengan mengabaikan hak-hak dasar mereka, bukan operasi hukum yang berbasis hak asasi manusia seperti seharusnya. Ketua MPR harus minta maaf pada warga Papua,” pungkasnya.

Sebelumnya, Bamsoet meminta aparat menindak dengan tegas KKb Papua yang telah meresahkan. Dia mengatakan, aparat harus tegas, urusan HAM nanti akan dibicarakan belakangan.

“Saya meminta pemerintah dan aparat keamanan tidak ragu dan segera turunkan kekuatan penuh menumpas KKB di Papua yang kembali merenggut nyawa. Tumpas habis dulu. Urusan HAM kita bicarakan kemudian,” kata Bamsoet dalam keterangannya.(JFS)

Komentar