Oknum TNI Bunuh Imam Masykur, Jenderal Dudung: “Hukuman Kita Lebih Berat dari Sipil”

KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman menegaskan oknum TNI tersangka pembunuhan Imam Masykur akan dihukum seberat-beratnya.

Jakarta, b-OneindonesiaKSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman menegaskan oknum TNI tersangka pembunuhan Imam Masykur , warga Aceh akan dihukum seberat-beratnya. Tidak ada impunitas hukuman terhadap prajurit. Justru hukuman militer akan lebih berat dari hukuman sipil.

“Memang oknum Paspampres itu di bawah Mabes TNI walaupun yang bersangkutan TNI AD. Saya sampaikan agar dihukum seberat-beratnya,” ujar Dudung di Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad), Jakarta, Selasa (5/9/2023).

“Kalau tentara itu hukuman paling berat. Karena apa, satu sisi dia dipecat, kemudian yang kedua ya sama hukumannya kalau misalnya diberlakukan di sipil, kita lebih berat lagi, lebih menderita lagi,” sambungnya.

Dudung mengutuk keras perilaku oknum TNI tersebut. Tersangka harus merasakan akibat dari perbuatannya.

“Sehingga, mereka betul-betul merasakan bagaimana akibat dari perilakunya. Ini keterlibatan dari TNI AD, saya sampaikan ke dinas hukum agar diproses seberat-beratnya,” tegasnya.

KSAD Setuju 3 Oknum TNI yang Diduga Aniaya Imam Masykur hingga Tewas Dibawa ke Pengadilan Koneksitas

Tiga oknum TNI AD yang diduga aniaya pemuda bernama Imam Masykur hingga tewas dibawa ke pengadilan koneksitas.
Ia pun mendorong proses hukum terhadap tiga oknum prajurit tersebut dilakukan secara transparan.

“Ya saya juga mendorong. Bagus itu kalau menurut saya. Kita transparan saja. Ya kalau memang anggota kita terlibat ya hukum saja seberat-beratnya. Nggak ada masalah. Kalau misalnya ada (usulan) koneksitas, silakan saja. Saya setuju itu, bagus itu,” kata dia usai Launching E-Stuntad dan E-Posyandu di Mabesad Jakarta, Selasa (5/9/2023).

Sejauh ini, total sudah ada enam orang tersangka yang ditangkap dan ditahan dalam kasus tersebut.

Tiga tersangka dari anggota TNI yakni anggota Paspampres Praka RM, Satuan Direktorat Topografi TNI AD Praka HS dan anggota Kodam Iskandar Muda, Praka J telah ditahan Pomdam Jaya.

Selain itu, tiga warga sipil yakni Zulhadi Satria Saputra alias MS yang merupakan kakak ipar Praka RM, AM dan H alias Heri sebagai penadah hasil kejahatan juga dijadikan tersangka oleh Polda Metro Jaya.

Untuk informasi, jasad Imam ditemukan di sungai Cibogo, Karawang, Jawa Barat pada Jumat, 18 Agustus 2023 lalu.

Pemuda asal Kabupaten Bireuen, Aceh tersebut diduga dibuang setelah diculik dan dianiaya hingga tewas oleh anggota Paspampres berinisial Praka RM.

Anggota DPD RI asal Aceh H. Sudirman atau yang lebih akrab disapa Haji Uma sebelumnya meminta Pomdam Jaya mengusulkan untuk melakukan pemeriksaan koneksitas bersama penyidik Polda Metro Jaya, Senin (4/9/2023).

Pemeriksaan/Peradilan Koneksitas merupakan suatu sistem peradilan tindak pidana di mana di antara tersangka terjadi penyertaan atau dilakukan secara bersama-sama antara warga sipil dengan militer.

“Penyidikan Koneksitas dalam kasus Imam Masykur cukup beralasan dilakukan oleh Pomdam Jaya dengan melibatkan Penyidik Polda Metro Jaya karena pelaku dalam kasus ini adalah militer dan warga sipil,” ungkap Haji Uma

Menurutnya penyidikan koneksitas juga perlu dilakukan terhadap kasus yang dilakukan oleh oknum militer, namun korbannya adalah warga sipil.

Hal tersebut diatur dalam Pasal 198 UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dan selengkapnya ikut dirumuskan dalam Pasal 89 sampai dengan Pasal 94 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

Ia menambahkan setelah mendalami kasus Imam Masykur secara peraturan Perundang-Undangan telah terpenuhi klausul untuk dilakukan pemeriksaan dan Peradilan Koneksitas.

Pasalnya kasus Imam Masykur sudah terlebih dahulu dilakukan penyelidikan oleh Polda Metro Jaya sejak keluarga korban membuat laporan polisi pada 14 Agustus 2023.

Termasuk di antaranya satu dari 4 tersangka yang merupakan warga sipil sudah diamankan oleh Polda Metro Jaya.

Selain itu, Ibunda Imam Masykur menyampaikan bahwa hasil visum dan otopsi jenazah anaknya sampai hari ini belum dikeluarkan oleh RSPAD meski sudah beberapa kali keluarga korban meminta hasil otopsi.

“RSPAD harus segera mengeluarkan hasil otopsi jenazah korban untuk keperluan penyidikan, jangan sampai nantinya terjadi opini publik adanya indikasi mengaburkan fakta,” jelas Haji Uma.

Haji Uma mengatakan melihat kasus yang sama lainnya di Indonesia, hasil otopsi dikeluarkan paling lama 7 hari setelah otopsi.
Ia pun mempertanyakan mengapa dalam kasus ini sudah 12 hari, hasil otopsi belum diserahkan kepada penyidik dan keluarga sementara jenazah sudah diserahkan kepada keluarga untuk dikebumikan.

“Dalam hal ini kami minta kepada Panglima TNI untuk mengevaluasi RSPAD atas keterlambatan penyampaian hasil otopsi korban. Seharusnya sudah diterima oleh penyidik dan keluarga paling lambat 7 hari setelah otopsi,” tegas Haji Uma.

Haji Uma juga meminta kepada Panglima TNI jika ada indikasi menyalahi prosedur untuk diambil tindakan yang tegas karena dirinya akan terus mengawasi kasus ini sampai tuntas.

Komentar