Kader Golkar Minta Ketum Golkar Mundur Dari Jabatan Menteri

Jakarta, b-Oneindonesia – Puluhan kader Partai Golkar menggelar silaturahmi Ramadhan re-generasi GOLKAR Muda Nusantara Bersatu (GMNB) di Jakarta, baru-baru ini. Dalam acara ini terungkap keinginan agar ada perubahan di partai berlambang beringin ini.

Usulan perubahan itu disampaikan kader senior Partai Golkar Ir. Ridwan Hisyam, antara lain, meminta Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto tidak lagi merangkap jabatan sebagai menteri di kabinet Jokowi-Ma’ruf.

”Keharusan melakukan perubahan itu saya sudah saya katakan pada bulan Juli 2022. Harus ada pilihan terus sebagai menteri atau Ketua Umum partai. Kita bicara atas nama partai Golkar, sisa tinggal beberapa bulan ini bila pemilu 2024 terlaksana, kinerja partai belum ada peningkatan,” kata Ridwan yang juga anggota dewan pakar PG.

Ridwan mengatakan, saat Akbar Tanjung sebagai Ketua Umum PG , dia tidak merangkap jabatan menteri, sehingga mampu mempertahankan eksistensi partai berlambang pohon beringin dari gonjang ganjing politik di awal reformasi.

Namun kini ketua umum merangkap menjadi menteri di kabinet, sementara perolehan suara Golkar di pemilu cenderung menurun.

Ridwan yang pernah menjadi Ketua DPD PG Jawa Timur mengungkapkan pengalaman seperti mewajibkan anggota DPRD waktu itu harus bersuara setiap hari dan harus ada pemberitaan di media.

Karena anggota DPRD itu dibayar untuk berbicara dan harus dekat dengan rakyat. Menurut Ridwan, kerja kerja politik harus diketahui oleh masyarakat.

”Kalau sekarang pemberitaan media tentang partai ini berkurang, saya tidak tahu karena saya bukan pengurus DPP, seharusnya fraksi memberikan arahan supaya kerja kerja politik kita diketahui oleh masyarakat ” jelasnya.

Terkait isu isu perubahan yang cukup kencang di tubuh partai Golkar dibawah kepemimpinan Airlangga Hartarto, Ridwan Hisjam berpendapat bahwa perubahan itu seharusnya dilakukan setiap waktu, jika tak melakukan perubahan, maka dia akan digusur oleh perubahan itu sendiri.

”Kalau tidak bisa memang ada prosedural konstitusional, apakah harus dilakukan musyawarah daerah luar biasa (Musdalub) atau Munaslub dll.

Sebagai pimpinan partai harus mampu melakukan perubahan perubahan, kalau tidak mampu kita digusur oleh perubahan itu sendiri, inilah makna dari perubahan. Kalau nanti berdampak kepada kepengurusan ya pasti kalau pengurusnya tak mampu melakukan perubahan kita digusur oleh perubahan itu,” ujar pria asal Sulsel ini.

Komentar