Delapan Tuntutan DPRD Papua dan Papua Barat ke Jokowi

Jakarta-b-oneindonesia-Forum Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota dan se-Papua dan Papua Barat menyampaikan delapan tuntutan terkait situasi Papua kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk ditindaklanjuti. Surat tuntutan itu disampaikan melalui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Ketua DPRD Kabupaten Maybrat Ferdinando Solossa mengatakan delapan tuntutan yang pihaknya sampaikan berbeda dari 61 tokoh Papua yang sebelumnya sudah bertemu Jokowi beberapa waktu lalu dengan difasilitasi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan.

“Apa yang disampaikan tokoh-tokoh itu pada prinsipnya baik. Tinggal hanya disayangkan adalah minimal melakukan komunikasi konsolidasi kepada semua stakeholder di sana. Pemerintah ini kan ada wakil pemerintah pusat di daerah, dan ada DPRD sebagai representasi rakyat,” kata Ferdinando di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/9).

Ferdinando berharap tuntutan yang pihaknya sampaikan ini bisa diakomodasi pemerintah pusat. Menurutnya, tuntutan yang mereka sampaikan ini mewakili aspirasi rakyat Papua.

“Sehingga apa yang disampaikan itu bukan sepotong-potong, tapi lengkap persoalan yang terjadi di tanah Papua,” ujarnya.

Moeldoko mengatakan telah menerima delapan tuntutan dari forum pimpinan DPRD Kabupaten/Kota se-Papua dan Papua Barat. Ia mengaku akan segera menyampaikan tuntutan itu kepada Jokowi.

“Dari teman-teman anggota DPRD tadi menyampaikan poin-poin yang akan disampaikan ke presiden melalui saya, dan nanti segera akan kami sampaikan kepada bapak presiden,” ujarnya.

Melihat surat yang dibawa Ferdinando, berikut delapan tuntutan kepada Jokowi:

1. Dialog antara pemerintah pusat dan tokoh-tokoh Papua, khususnya tokoh-tokoh yang dipandang memiliki ideologi yang konfrontatif atau berseberangan seperti United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB).

Dialog dimaksud agar dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga yang independen, netral, dan objektif dalam menyelesaikan akar persoalan politik, HAM, dan demokrasi di tanah Papua. Kehadiran pihak ketiga tersebut krusial dan strategis untuk dapat memperkuat rasa saling percaya (mutual trust) dari berbagai elemen masyarakat.

2. Mendesak kepada pemerintah pusat untuk segera melakukan revisi terhadap Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Daerah Otonomi Khusus Papua.

3. Menarik pasukan non-organik TNI dan Polri di Papua dan Papua Barat.

4. Mendorong pembentukan pemekaran daerah otonomi baru khusus bagi provinsi Papua dan Papua Barat.

5. Meminta kepada Presiden Indonesia melalui Menteri Dalam Negeri dan Kapolri memfasilitasi pertemuan dengan beberapa kepala daerah yang wilayahnya menjadi pusat pendidikan pelajar mahasiswa Papua dan Papua barat untuk mendapatkan jaminan keamanan.

6. Mendorong terbentuknya komisi kebenaran, keadilan, dan rekonsiliasi (KKKR) guna menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM di tanah Papua.

7. Meminta Mendagri memfasilitasi pertemuan gubernur, bupati/walikota, MRP/MRPB, DPR daerah pemilihan Papua dan Papua barat, pimpinan DPRD provinsi, pimpinan DPRD kabupaten/kota se-provinsi Papua dan Papua Barat dengan Presiden untuk menyampaikan permasalahan yang terjadi di tanah Papua.

8. Penegakan hukum yang transparan, terbuka, jujur, dan adil terhadap pelaku rasisme di Surabaya, Malang, dan Makassar.

Komentar