Jakarta b-oneindonesia Guru Besar Ilmu Ekonomi IPB, Prof Muhammad Firdaus meminta publik tidak salah dalam menterjemahkan pernyataan Presiden Jokowi tentang neraca surplus-minus pangan. Firdaus menegaskan bahwa kondisi ketersediaan pangan pokok nasional secara kumulatif mencukupi, meskipun belum merata sebarannya.
“Surplus- defisit dalam sistem penyediaan pangan antar-wilayah itu sudah menjadi hal yang biasa terjadi, bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat sekalipun. Apalagi kita negara kepulauan terbesar di dunia, tidak mungkin produksi merata sama di seluruh wilayah. Sistem distribusinya yang perlu ditata lebih baik,”ujar Firdaus pada acara “Pangan Talk: Ketahanan Pangan dan Peran Teknologi Pertanian di Masa Pandemi” yang dihelat Kelompok Studi Pangan Institute melalui Video Conference di Jakarta (3/5).
Dalam diskusi yang diikuti para pakar, praktisi dan pengamat pertanian tersebut Firdaus menandaskan bahwa wilayah punya keunggulan dan kapasitas produksi masing-masing. Yang terpenting menurutnya secara agregat nasional ketersediaannya harus mencukupi.
Lebih lanjut, menurutnya sistem distribusi perlu ditata untuk mengurangi disparitas harga antar-wilayah.
“Kita sangat mengapresiasi upaya pemerintah dalam menata sistem distribusi pangan kita. Contohnya di Kementerian Pertanian sudah merintis kerjasama dengan beberapa start-up untuk kerjasama distribusi pangan. Data stok terkini dan prediksi ketersediaan pangan sekian bulan ke depan juga sudah dibuat sangat lengkap. Ini bagus dan perlu diketahui publik, supaya masyarakat lebih tenang,” katanya.
Data pergerakan harga pangan harian menurutnya juga penting untuk terus dipantau dan diinformasikan ke publik sebagai panduan masyarakat luas termasuk petani. “Ini menjadi salah satu cara menekan disparitas harga petani dengan konsumen. Pernah saya cek langsung petani di pelosok Boyolali, ternyata mereka update soal harga di pasar induk dan pasar-pasar besar. Ini luar biasa,” kata profesor muda IPB tersebut.
Terkait kondisi Pandemi Covid-19 saat ini, adanya jaminan pangan pokok dinilainya sangat penting agar masyarakat mau melaksanakan anjuran stay at home. “Saya setuju bantuan untuk masyarakat jangan berupa cash money. Bisa dalam bentuk voucher atau paket bundling pangan. Mekanisme delivery nya bisa diatur supaya masyarakat nyaman di rumah masing-masing,” ujarnya.
Pandemi Covid-19 juga menuntut negara mampu bertindak cepat mengantisipasinya. Beberapa sektor yang dilihatnya terpukul akibat pandemi Covid-19 diantaranya pariwisata, horeka, industri pengolahan dan sektor informal. Bahkan Tiongkok sebagai mitra dagang utama juga terkena imbas terjadinya kontraksi perdagangan global. “Untuk bisa tetap eksis, kita harus terus menjaga penyerapan domestik serta mencari produk dan pasar baru,” katanya.
Untuk menjaga ketahananan pangan nasional, Firdaus menekankan pentingnya meningkatkan akurasi data stok bahan pangan dari produksi dalam negeri maupun yang berasal dari impor, penataan akses distribusi logistik, jaminan keamanan pangan, mempertahankan daya beli masyarakat hingga menjaga stabilitas harga. Selain itu, dirinya juga mengingatkan pentingnya menjaga status gizi dan kesehatan masyarakat selama pandemi ini. Caranya bisa dengan meningkatkan asupan konsumsi produk hortikultura dan aneka kacang.
“Banyak hal yang bisa dilakukan. Untuk itu sinergi dan kolaborasi semua pihak harus terus ditingkatkan, contohnya kemitraan antara pelaku usaha besar, UMKM, hingga petani,” pungkasnya.