Prof Ward : Guna Strategi Bisnis, Para Cukong Akan Danai Kampanye Calon Kepala Daerah

Jakarta, b-Oneindonesia – Para cukong danai kampanye politik para calon kepala daerah merupakan sebuah strategi bisnis yang mempunyai dampak tidak baik pada sistem demokrasi. Begitu yang disampaikan oleh Prof. Ward Berenschot dari University Van Amsterdam saat menjadi narasumber di acara diskusi virtual bertajuk “Ekonomi Politik Cukong Dalam Pilkada” yang diselenggarakan oleh LP3ES pada Rabu (16/9).

Prof Ward mengaku sudah sering membahas persoalan masalah uang dan ongkos politik yang cenderung melibatkan oligarki dalam demokrasi Indonesia. “Maksudnya elit ekonomi, orang pebisnis yang punya uang bisa mempengaruhi kinerja pemerintah dan bisa mempengaruhi juga hasil pemilu,” ujar Prof Ward.

Prof Ward mengatakan, sangat mengkhawatirkan lantaran akan membuat frustasi demokrasi, juga demokrasi persepsi pemerintah dan politik yang tidak adil. “Itu sesuatu yang disebut oleh Mahfud MD (Menkopolhukam), karena yang terjadi adalah mendanai kampanye salah satu calon bupati atau juga orang DPRD itu juga menjadi seperti strategi bisnis, itu menjadi salah satu strategi untuk setelah pemilu mendapatkan peluang yang baik,” jelasnya.

Prof Ward mengaku sudah sering membahas persoalan masalah uang dan ongkos politik yang cenderung melibatkan oligarki dalam demokrasi Indonesia.

“Maksudnya elit ekonomi, orang pebisnis yang punya uang bisa mempengaruhi kinerja pemerintah dan bisa mempengaruhi juga hasil pemilu,” ujar Prof Ward.

“Itu sesuatu Diantaranya, perusahaan bisa menghindari peraturan pemerintah, pemerintah bisa dapat akses kepada kontrak dan izin karena pasti diutamakan, dan perusahaan bisa mempengaruhi prosess untuk membuat UU dan peraturan. “Maksudnya ada risiko sekarang pemerintah bisa jadi alat elit bisnis,” katanya

Untuk itu, Ward menyampaikan ide yang bisa dilakukan untuk menghindari risiko tersebut.
yakni, integrasikan pilkada dengan pileg, electronik voting untuk menghindari saksi TPS yang mahal, melarang mahar politik, Bawaslu harus lebih tegas mengawasi serangan fajar, dan naikkan dana negara untuk partai politik.

“Supaya calon bupati tidak begitu tergantung orang bisnis kalau mau jadi bupati supaya orang biasa juga bisa jadi calon, dan supaya tidak harus ada hubungan antara transaksional diantara bisnis dan orang politik,” katanya.

“Usulan atau ide yang bisa dilaksanakan lewat proses reformasi sistem electoral, dan menurut saya itu sangat dibutuhkan untuk memang menghentikan keselingkuhan bisnis dan politik yang begitu kuat sekarang,” jelasnya.

KALKULASI BIAYA PEMILUKADA
By : John F Sayuti S.Sos

Dalam setiap perhelatan pemilu baik Pileg, Pilpres ataupun Pilkada bahkan sampai Pilkades semua orang akan berlomba – lomba untuk dapat memenangkan kontestasi tersebut dan tentunya untuk mencapai kemenangannya dibutuhkan suatu daya upaya termasuk dukungan keuangan dan kita sudah mahfum dan maklum bahwa budaya hedonisme dan pragmatisme sudah merasuki seluruh lini hidup dan kehidupan sehingga dalam setiap proses tahapan kegiatan dibutuhkan dana yg amat sangat besar karena tanpa pembiayaan yg memadai dapat dipastikan 90 % akan menemui kegagalan.

Memang Uang bukanlah segala-galanya tetapi Segala-galanya harus memakai uang dan ingat ada uang abang disayang tidak ada uang abang ditendang, apalagi dalam kehidupan politik pragmatis yg berlandaskan “wani piro” tentu akan semakin dibutuhkannya benda yg bernama uang.

Mengutip Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Prof.Mahfud MD menilai keterpilihan mayoritas calon kepala daerah via pemilihan kepala daerah tidak terlepas dari peran dan dukungan cukong, “Di mana-mana, calon-calon itu 92% dibiayai oleh cukong dan sesudah terpilih, itu melahirkan korupsi kebijakan,” kata Mahfud seperti dilansir CNN Indonesia. Dia hanya mengatakan kerja sama antara calon kepala daerah dengan para cukong ini sudah pasti terjadi walau mereka tidak menyatakan secara eksplisit untuk Pilkada serentak tahun 2020 ini seperti itu.

Soal cukong pilkada ini juga diungkap oleh salah satu Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron. Dalam kajian yang pernah dilakukan KPK, sebanyak 82% calon kepala daerah didanai oleh sponsor, “Faktanya dalam kajian KPK sebelumnya ada 82% calon kepala daerah itu 82% didanai oleh sponsor bukan didanai pribadinya,” kata dia.

Tidak dapat kita pungkiri bahwa Politik butuh biaya tinggi dan sudah menjadi rahasia umum bahwa peserta pemilu harus menyiapkan dana tak sedikit untuk maju menjadi kepala daerah, anggota legislatif, ataupun presiden. Kementerian Dalam Negeri menyebutkan, calon bupati atau wali kota butuh dana Rp 20 hingga Rp 100 miliar untuk memenangi Pilkada.

Contohnya, pada Pilkada DKI Jakarta 2012, pasangan Fauzi Bowo dan Nara mengeluarkan dana kampanye sebesar Rp 62,6 miliar. Sementara, pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Poernama mengeluarkan dana Rp 16,1 miliar, Angka itu naik siginifikan pada Pilkada DKI 2017. Pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno menghabiskan dana kampanye sebesar Rp 85,4 miliar. Sedangkan pasangan Basuki Tjahaja Poernama dan Djarot Saiful Hidayat sebesar Rp 82,6 milyar.

Proses kegiatan tahapan Pilkada yg paling banyak menyerap biaya adalah sbb :

1. Biaya Mahar Politik yg maju melalui Parpol, walaupun hal ini banyak disanggah oleh para pengurus Parpol tetapi rumors yg beredar di masyarakata tidak bisa dibantah bahwa biaya Mahar tersebut untuk membayar para Anggota Legislatif yg duduk di DPRD juga untuk DPC-DPD/DPW-DPP Parpol yg akan mengusung bakal calon.

2. Sedangkan untuk Bakal Calon dari Jalur Perseorangan biaya awal yg banyak menguras dana yaitu untuk pengumpulan Surat Dukungan + Fotocopy E- KTP dikarenakan sikap masyarakat yg sebagian besar terkontaminasi politik pragmatism sehingga system wani piro sudah begitu merata diberbagai kalangan.

3. Biaya Proses Tahapan Kampanye juga perlu dana yg amat sangat besar karena sebagai suatu proses untuk dapat mengenalkan calon kepada masyarakat.

4. Biaya yang juga perlu dana besar yg tidak boleh diabaikan adalah Uang Saku dan Penggantian Uang Transport + Konsumsi bagi para Saksi di tiap-tiap TPS dan pada saat rekapitulasi di PPK.

Biaya atau pembiayaan dalam pilkada menjadikan banyak pihak yang berpura-pura menjauh untuk membicarakannya dan merasa tabu walaupun realita di lapangan tentu berbeda. Giliran ada calon yang kelepasan mengatakan mau menyiapkan dana ratusan milyar rupiah maka gagap gempita pihak lain menyorotnya.

Mari kita mulai membuat prakiraan dan berhitung mengkalkulasi dana yg dibutuhkan untuk bisa dapat maju dalam kontestasi Pilkada sebagai berikut :

1. Biaya Mahar Politik diperkirakan akan menghabiskan dana di kisaran 5 M s/d 15 M tergantung daerahnya, ini belum termasuk biaya koordinasi dari tempat asal ( DPC/DPD ) ke DPW dan sampai ke Jakarta untuk sowan ke DPP yg diperkirakan bisa menghabiskan dana yg cukup besar.

2. Untuk melakukan survey dalam satu kali melakukan survey bagi calon yang memesannya kepada lembaga survey biayanya akan mencapai 100 juta rupiah. Nah sementara dalam durasi sekali pilkada pemetaan atau survei bisa dilakukakan lebih dari 2 – 3 kali berarti dibutuhkan dana sebesar 300 juta.

3. Biaya iklan atau spanduk dan sejenisnya bisa ratusan bahkan ribuan yang dipasang di pinggir jalan atau persimpangan jalan baik secara manual maupun secara professional pada papan billboard yang sangat besar. Seribu baleho yang terpasang bisa berharga 500 juta lebih.

4. Ada lagi biaya kongkow – kongkow sekedar mentraktir para relasi dan bakal team yang akan bergabung untuk mengusahakan pemenangan. Sekali nongkrong dapat menghabiskan biaya 1 juta rupiah. Bila masa kampanye ada 71 hari dan dalam sehari ada 3 kali kongkow – kongkow maka dapat diperkirakan dana yg dibutuhkan sebanyak 213 juta.

5. Biaya kampanye di masa pandemic virus Covid-19 yg dari Cina ini tidak bisa diprediksi karena kemungkinan untuk acara panggung terbuka di lapangan dengan menghadirkan hiburan artis kelas ibukota dengan iringan musik papan atas tersebut kemungkinan tidak bisa diadakan tetapi kampanye dalam bentuk virtual yg akan membutuhkan dana bagi kuota internet wajib dianggarkan karena masyarakat tentu tidak mau ikutan dalam interaksi webinar / zoom apabila tidak diberi kuota internetnya.

6. Satu hal lagi adalah pembiayaan tim sukses dan para relawan yg dibutuhkan untuk dapat meraih simpati pemilih sebagai pendulang suara sekaligus memenangkan kontestasi tersebut yg diperkirakan membutuhkan dana kurang lebih 200 juta an.

Semua unsur pembiayaan itu akan terlihat besar bagi orang awam tetapi intinya bahwa pembiyaan untuk pilkada dari bakal calon itu rasional dan dapat di rasionlisasikan, dari dampak biaya yang tidak sedikit bagi setiap pasangan calon yang maju dalam suatu event pilkada. Hal itu ada dan terjadi, makanya calon dalam pilkada itu makin sedikit jumlahnya karena biayanya mahal maka disinyalir bahwa yg akan maju pada kontestasi Pilkada itu sebagian besar didukung oleh para Cukong menjadi suatu hal yg wajar.

Berdasarkan kalkulasi hitungan biaya seperti diuraikan diatas juga berdasarkan ilmu cocokologi kami mencoba merangkum biaya yg dibutuhkan untuk bisa maju sebagai kontestan pada pilkada serentak tahun 2020 ini dengan plus minus sebagai berikut :

1. Untuk dapat memenangkan Pilkada yg DPT nya kurang dari < 200 ribu pemilih, biaya pemenangannya mungkin mencapai 25 milyar rupiah.

2. Untuk dapat memenangkan Pilkada yg DPT ( jumlah pemilihnya ) 200 – 500 ribu, biaya pemenangannya dapat sampai 30 s/d 40 milyar rupiah.

3. Untuk dapat memenangkan Pilkada yg DPT ( jumlah pemilihnya ) 1 juta orang, maka biaya pemenangannya bisa lebih dari 40 s/d 50 milyar rupiah.

4. Untuk dapat memenangkan Pilkada yg DPT ( jumlah pemilihnya ) 1 -2 juta orang, maka biaya menang pilkadanya bisa sampai diatas 60 milyar rupiah.

Sejumlah biaya itu dapat saja terdistribusi kepada 4 bagian sebagai berikut :

• 25% biaya sosialisasi awal termasuk Mahar Politik.

• 25% biaya alat peraga.

• 25% biaya akomodasi tim.

• 25% biaya kampanye terbuka dan saksi.

Tulisan ini belum tentu, tetapi realita di lapangan bisa dihitung secara matematika yg pasti karena untuk memperoleh target suara agar bisa menang maka akan dibutuhkan suatu biaya, mulai dari biaya sosialisasi, biaya pengorganisasian team dan biaya pembinaan relawan serta calon konstiuen hingga biaya saksi.

Sejatinya melalui Pilkada seharusnya rakyat mendapat pemimpin yg amanah yg dapat membawa daerahnya lebih maju dan beradab serta menciptakan kesejahteraan bagi seluruh warga di wilayah tersebut bukannya pemimpin yg hanya menguntungkan para cukong dan memperkaya dirinya dengan menjual asset – asset dan proyek – proyek daerah.

Maju Pilkada bukan sembarang, tak ada uang, siap-siap ditendang. Yang jelas Politik itu membangun peradaban bukan kebiadaban.
Seharusnya Politik itu merangkul bukan memukul. Maka akan jelas Politik itu Edukasi bukan Intimidasi.  (JFS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *