Momentum 11 Maret, Pesan Kebijakan Negarawan Indonesia Dilaporkan Kepada Presiden Joko Widodo

54 orang hadir dalam Forum Negarawan di antaranya, Yudhie Haryono, Sri Eko Sriyanto Galgendu, Yudie Latief, Prof Indira Santi Kertabudi, Miranty Abidin, Komjen (Purn) Oegroseno,  Sri Edi Swasono, Lasmana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, Sayuti Asyathri, Adi Parta Dinata,  Laksamana TNI (Purn) Tedjo Edhy Purdyjatno,  Mayjen TNI (Purn) Prijanto, Letjen TNI (Purn) Bambang Darmono, Marsekal Muda TNI (Purn)  Tatang Kurniadi, Marsama TNI (Purn) Bastari,  Brigjen Polisi (Purn) A.A. Maparessa, Burhanuddin Abdullah. Eros Djarot, Rudi Subagyo dan Bambang Sulistomo di Museum Naskah Teks Proklamasi, Jl. Imam Bonjol No. 1, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/03/23)

Jakarta, b-Oneindonesia – Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 68 tahun silam itu adalah mandat kepada Letnan Jendral Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Komkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang “dianggap perlu” guna mengatasi situasi keamanan dan kestabilan pemerintahan yang sedang kacau akibat pemberontakan G30S/ PKI, atau Gerakan pada 30 September 1966 (Gestapu)

Momentum sejarah itu yang kini dipilih oleh GMRI dengan Posko Negarawan menghimpun para tokoh nasional pada untuk menyampaikan pesan kenegaraan di Museum Naskah Teks Proklamasi, Jl. Imam Bonjol No. 1, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 11-Maret-2023.

Rumah Laksamana Tadashi Maeda ini (1942-1945), adalah tempat Soekarno membuat naskah teks Proklamasi yang ditulis tangan dan kemudian esok pagi pada 27 Agustus 1945 dibacakan sebagai penegasan Proklamasi Bangsa Indonesia yang ditandatangani oleh Soekarno- Hatta atas nama bangsa Indonesia di Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.

Para tokoh nasional yang hadir untuk menyampaikan pesan kenegaraan diantaranya Bambang Sulistomo (Putra Bung Tomo, tokoh utama 10 November 1949 di Surabaya, hingga dikenang sebagai hari Pahlawan Nasional Bangsa Indonesia), Prof. Sri-Edi Swasono, Ketua Perguruan Taman Siswa dan Menantu Bung Hatta), Laksamana Tedjo Edhy, Seniman dan budayawan Eros Jarot, Prof. Yudi Latif guru besar di berbagai perguruan tinggi Indonesia, Prof. Indira Santi Kertabumi dari Lemhanas, Burhanudin mantan Gubernur Bank Indonesia, dan intelektual Muslim Dr. Sayuti Asyathri serta Prof. Dr (HC) KH. Habib Chirzin yang berhalangan hadir namun bersedia ikut menandatangani naskah pesan negarawan yang dibacakan secara terbuka dan segera akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo itu.

Prof. Sri-Edi Swasono mengaku sudah menyampaikan kegundahan hatinya tentang bangsa dan negara yang mencemaskan  melalui Andika Perkasa selaku pejabat tinggi yang kompeten di TNI. AD.

Prof. Yudi Latif merasa perlu untuk melakukan refleksi diri atau ceck ulang dari capaian reformasi yang telah 25 tahun berlalu.  Atas dasar itu pula, diperlukan upaya penataan kembali tata kelola negara yang baik dan benar, sehingga dapat sungguh-sungguh mensejahterakan rakyat dalam arti luas.

Karena itu, Sayuti Asyathri menekankan inti dari penyampaian pesan negarawan kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo ini terus ditindak lanjuti, tandasnya. Paling tidak, dalam waktu segera pesan negarawan yang telah ditanda tangani sejumlah tokoh itu dapat secepatnya disampaikan langsung kepada Presiden.

Sebab menurut Eros Jarot, dia tidak percaya dengan Capres yang sedang marak dan mewabah  dimana-mana akan membawa perubahan yang lebih baik dari kondisi bangsa dan negara Indonesia sekarang.

Sri Eko Sriyanto Galgendu, selaku penggagas dan pengarah acara penyampaian pesan negarawan, mengaku tengah bersiap untuk menyampaikan naskah yang telah ditanda tangani bersama tokoh negarawan itu kepada Presiden Joko Widodo.

Deklarator Forum Negarawan Prof Indira Santi Kertabudi  menyampaikan siapa pun para kandidat calon presiden memiliki hak yang sama untuk maju sebagai Presiden RI 2024.

“Saya tidak punya kepentingan dengan siapa pun atau pun dari kubu manapun. Selama calon Presiden konsekuen terhadap bangsanya, tidak menjadi boneka kemudian menjalankan apa yang disebut blueprint Republik Indonesia yaitu UUD 1945 dan Pancasila, kriteria inilah nanti yang akan kita rumuskan dari Forum Negarawan,” ujanya.

“Yang harusnya semua elemen bangsa mendukung terhadap penguasa atau oligarki kekuasan mendukung terhadap Pancasila dan UUD 2945 karena di situ ada tujuan yang sangat hakiki terhadap kemauan  bangsa ini dengan amanat penderitaan rakyat, seperti itu,” paparnya.

Mengenai kelanjutan Forum Negarawan, Indira mengatakan hasil dari pertemuan  setelah ini akan dilanjutkan. Dia beralasan  pihaknya akan membahas  mengenai persoalan bangsa dari berbagai aspek. Para Negarawan ini memiliki kemampuan masing-masing, ada yang ahli hukum, ahli kelautan, ahli ekonomi, sejarawan, budayawan, para sesepuh keraton nusantara  dan lain-lain.

“Para negarawan yang kita undang adalah orang-orang yang mumpuni dalam ilmunya. Kita akan merumuskan kebijakan yang pro kepada rakyat berpijak kepada UUD 1945 dan Pancasila. Forum Negarawan terus berlanjut, bukan seperti silaturahmi atau seminar biasa.” jelasnya.

Ada tujuh pesan kebijakan negarawan yang menjadi keprihatinan yang dibahas, yaitu:

Pertama,adalah ideologi Pancasila dan konstitusi menghadapi tantangan kewaspadaan dengan maraknya kembali ideologi ekstrim khilafah dan komunis serta gerak-gerik oligarki yang rakus.

Kedua,adalah politik, Pada tahun 2023, NKRI menghadapi tantangan kewaspadaan, pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa, karena maraknya tuduhan politik identitas yang menebarkan devide et impera (memecah belah dan mengadu domba).

Ketiga, ekonomi. Kondisi ekonomi 2023 semakin suram ditambah kesenjangan sosial ekonomi semakin lebar, beban utang semakin memberatkan yang belum ada jalan penyelesaian tepat dan strategis.

Empat, Sosial. Kondisi permasalahan sosial yang dapat mengarah ke konflik sosial, karena dipicu dari lemahnya ideologi, perbedaan pilihan politik, kesenjangan ekonomi dan lemahnya penegakkan hukum.

Lima, hukum, sebagai negara hukum, supremasi hukum belum dapat ditegakkan dengan adil dan benar, Maraknya korupsi sebagai indikasi lemahnya hukum di Indonesia; kurangnya rasa keadilan hukum bagi masyarakat yang membuktikan lebih tajam kebawah, tetapi tumpul ke atas.

Enam, budaya. Terkikisnya budaya bangsa yang mengedepankan sifat gotong rotong rasa saling menghormati dan menghargai sesama anak bangsa.

Tujuh, pertahanan-keamana.  Pertahanan keamanan nasional melemah, karena dipicu dari permasalahan lemahnya ideologi, politk, ekonomi, sosial, hukum dan budaya, invasi asimetrik terselubung dari pihak eksternal, serta devisit pengetahuan konflik geo-politik.

 

Komentar